Usianya yang bukan lagi kanak-kanak, tidak membuat Jeongin berubah saat bersama ibunya. Dia tetap sebagai Jeongin kecil yang hanya menginginkan ibunya. Anak manja sang ibu yang selalu berada di samping sang ibu apapun situasinya.
Seperti yang Jeongin lakukan saat ini, ia menjadikan pangkuan sang ibu sebagai bantal. Membiarkan Martha mengusap lembut rambutnya. Jeongin suka seperti ini, ia menyukai sang ibu yang membelainya dengan lembut.
Jeongin berpikir ia tidak akan bisa hidup tanpa ibunya. Dari bawah, ia pandangi wajah Martha yang tetap indah meski usianya tidak lagi muda, meski kerutan mulai muncul menghias. Matanya yang sejak tadi tertutup itu ia bawa untuk memandangi sang ibu.
Seperti ini adalah cara Jeongin mengisi energinya yang mulai berkurang. Ia baru saja kembali dari perjalanan keluar bersama saudara-saudaranya. Malam tadi baru sampai di kerajaan. Merasa lelah atas perjalanan yang diperintahkan ayah mereka.
Meski bukan lagi seorang raja, Arye masih memiliki kuasa penuh atas anak-anaknya.
"Bu."
"Ya, adik?" Martha menunduk untuk menatap putra bungsunya.
"Apa salah jika aku tidak ingin menikah? Salahkah jika aku ingin seperti ini terus?"
Martha memberi senyuman lembutnya seperti biasa. "Kenapa berpikir tidak ingin menikah?"
"Aku merasa cukup seperti ini. Selama ada ibu, aku akan baik-baik saja. Aku tidak membutuhkan hal lain selain ibu."
"Sayang, kita hidup di dunia tidak selamanya. Ada saatnya ibu akan pergi, ibu ingin saat itu, Jeongin memiliki seseorang yang bisa menyayangi Jeongin, juga bisa merawat putra ibu dengan baik."
"Apa ibu akan meninggalkanku?"
"Jika bisa menolak, ibu tidak akan pernah meninggalkan kalian. Tapi takdir memiliki batas waktu."
Jeongin merubah posisinya, menjadi miring dan menyembunyikan wajahnya pada perut sang ibu. Anak itu terisak setelahnya, hatinya sakit sekali diingkatkan sebuah fakta yang memang akan terjadi, entah kapan waktunya.
Martha turunkan usapannya pada punggung tegap Jeongin. Bayi kecil yang sudah menjadi orang dewasa, tetap menjadi kesayangan Martha.
"Aku tidak mau ditinggalkan. Jika ibu pergi, aku juga akan pergi bersama ibu. Tidak ada yang aku butuhkan selain ibu."
"Sayang, daripada memikirkan ini, membuatmu sedih. Lebih baik kita menikmati hari indah kita. Apapun yang terjadi di depan nanti, adik harus baik-baik saja. Mengerti?"
"Tidak."
Martha terkekeh. "Kak Felix dan Kak Jisung mengarah kemari."
"Aku tidak peduli."
Kembali terkekeh. Ternyata si bungsu tidak peduli pada kakaknya yang akan melihatnya seperti ini. Karena kekalutan hatinya, ia tidak peduli pada apapun lagi.
Jisung dan Felix memang berjalan ke arah mereka bersamaan. Jisung duduk di samping kiri sang ibu, lantas menepuk kepala belakang adiknya dua kali.
"Kenapa lagi dengan bocah ini, Bu?"
"Hanya sedang manja, Felix."
Felix terkekeh. "Benar-benar," menggeleng tidak heran. Karena ini Jeongin, bukan hal aneh anak itu seperti ini.
"Ibu, keluarga calon Hyunjin sudah datang. Ayo kita masuk, Bu," Jisung memberi info. Kedatangannya dengan Felix memang untuk mencari sang ibu dan mengajak Martha ke pertemuan keluaga yang dilakukan hari ini, dengan calon Hyunjin, calon permaisuri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTHEIRE
FanficEND Keadaan membuatnya tidak bisa melakukan apapun. Dia yang seharusnya bisa diandalkan, justru tidak bisa melakukan apapun. Lantas bagaimana kelanjutan Artheire? Arye tidak memiliki pilihan untuk menentukan kelanjutannya, seolah menyimpan permata i...