58

45 3 0
                                    


Arye menghampiri Hyunjin di kamarnya setelah makan malam. Makan malam tadi hanya ada Arye, Changbin, Jisung, dan Felix. Yang lain tidak ada disana, Martha pun tidak kesana. Itu jelas saja menjadi pertanyaan Arye. Ia belum tahu apa yang terjadi.

Arye hampiri istrinya pertama kali untuk mencari tahu kenapa wanita yang ia cintai itu tidak ikut makan malam bersama. Sekaligus bertanya tentang anak-anak yang juga tidak ada. Martha sudah seharusnya tahu apa yang terjadi. Karena memang itu tugas Martha, untuk memperhatikan anak-anaknya.

Setelah tahu apa yang terjadi. Arye pertama kali pergi menemui Hyunjin. Melihat keadaan anak itu yang siang tadi terluka cukup parah.

Hyunjin beristirahat di kamarnya. Tangannya yang tadi terluka ditutup oleh perban yang cukup panjang, karena lukanya yang juga panjang.

Arye mendapati Hyunjin dengan wajah pucat. Dari informasi yang Arye dapat, luka Hyunjin cukup panjang. Banyak darah yang keluar, apalagi Hyunjin tidak segera mengobatinya. Tidak heran kenapa malam ini Hyunjin lebih pucat.

"Bagaimana keadaanmu?"

"Tidak apa-apa," jawaban yang Hyunjin katakan jauh terdengar lebih dingin daripada kakaknya, Minho.

"Ayah selalu mendapat kabar baik dari pelatihmu. Di antara yang lain, kamu yang melakukan semuanya dengan baik."

Hyunjin berdecih keras. Ayahnya tidak tahu apa yang sudah ia lalui agar bisa melakukan semua hal dengan baik. Apa yang membuat Hyunjin bisa melampaui semua saudaranya, bahkan Changbin yang posisinya adalah kakak.

"Ayah juga mendapat kabar tidak baik akhir-akhir ini tentangmu. Apa yang mengganggu pikiranmu, Hyunjin? Kenapa kamu bisa membuat adikmu melampauimu? Bahkan kakakmu saja dengan mudah kau kalahkan."

"Aku rasa itu bukan urusan ayah."

"Ayah hanya ingin tahu. Apakah itu salah?"

"Tentu saja! Sejak kapan ayah mencampuri urusanku?"

"Ayah tidak bermaksud mencampuri urusanmu. Ayah hanya khawatir padamu."

"Ayah tidak perlu mempedulikanku. Aku sudah biasa menangani diriku sendiri. Apapun yang terjadi, aku rasa ayah tidak ada hak untuk mencampuri hidupku."

Arye tertegun atas ucapan Hyunjin. Jujur ini kali pertama Arye memberi perhatiannya pada Hyunjin. Anaknya yang satu ini adalah orang yang jarang sekali bicara dengannya.

Mungkin untuk orang yang tahu, apa yang dilakukan Arye itu adalah hal yang wajar. Arye seorang pemimpin, ada banyak sekali yang menjadi urusannya. Urusan anak-anaknya bukan lagi menjadi masalah dirinya. Sudah terlalu banyak urusan Arye jika harus mengurus para putranya juga.

Bahkan Arye tidak pernah sekalipun diperhatikan ayahnya. Apapun yang terjadi, entah Arye sakit, terluka, atau mendapat masalah, ayahnya tidak akan peduli dan ikut campur dengan masalahnya. Tapi Arye tidak tumbuh dengan pemikiran seperti itu. Arye ingin menunjukkan rasa sayangnya pada semua anaknya. Ingin bisa memberi mereka perhatian dari seorang ayah. Ingin mereka merasakan kehangatan seorang ayah, bukan hanya ayah yang ditakuti dan disegani.

Tapi tidak munafik. Semua urusannya di luar keluarga yang begitu banyak, membuat Arye tidak memiliki waktu untuk memperhatikan mereka sesuai yang dia inginkan.

"Beristirahatlah. Untuk sekarang, ayah meliburkanmu dari semua latihan. Tenangkan dirimu dan biarkan tubuhmu membaik," Arye usap pelan rambut putranya sebelum memilih meninggalkannya.

Jangan pikir Hyunjin merasa iri atau apapun sebangsanya. Hyunjin hanya tidak terbiasa diperhatikan seperti itu. Hyunjin memang terbiasa sendiri. Jadi begitu Arye datang memberi perhatian padanya, Hyunjin berpikir ayahnya itu ikut campur dengan urusannya. Hyunjin tidak suka ada yang ikut campur dengan masalahnya. Tidak suka diperlakukan seperti itu oleh ayahnya. Karena kembali lagi, Hyunjin tidak terbiasa dengan semua sikap dan perhatian itu. Hyunjin terbiasa sendiri, jadi akan lebih baik jika tidak mengusiknya.

ARTHEIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang