Pagi ini Martha berinisiatif untuk mengajak Bangchan makan bersama. Biasanya anak itu makan sendiri di kamarnya. Keputusan Martha itu sudah mendapat persetujuan dari Arye. Martha tidak akan melakukan apapun semaunya, ia tetap melibatkan Arye, selaku raja. Jika Arye mengatakan iya, maka akan ia lakukan, jika tidak, Martha tidak akan melanjutkan.
Bangchan juga sudah mulai terbiasa makan menggunakan sendok. Setiap jadwalnya makan, Martha akan menghampiri dan menemaninya.
Meski rasanya canggung, Bangchan tetap duduk saat Martha memintanya untuk duduk. Di meja makan besar itu sudah ada banyak orang. Pemuda itu tanpa rasa takut menatap satu persatu orang di ruang makan itu, banyak dari mereka yang menatap ke arahnya, membuat pemuda itu bingung. Reaksi wajahnya benar-benar polos, semua hal ditatap tanpa menyiratkan emosi apapun.
"Untuk apa kau membawanya kemari, Martha?" Arina baru saja datang, dan Bangchan adalah hal pertama yang menarik perhatiannya.
"Yang Mulia Raja sudah mengizinkannya."
"Izin ataupun tidak, kau tidak berhak membawa orang asing duduk di sini! Jangan lancang, Martha! Jangan jadikan kedekatanmu dengan Yang Mulia Raja alasan untuk bertindak semaumu, jadi kau bisa bersikap seenaknya."
Martha meringis mendengar itu. Ia jadi merasa tidak enak hati atas ucapan Arina. Benar, Martha tidak boleh memanfaatkan kedekatannya dengan Arye dengan meminta apapun yang ia inginkan.
"Suruh orang itu pergi dari sini! Jangan bersikap sesuka hatimu, Martha. Orang asing tidak berhak duduk di sini bersama raja."
Martha segera berdiri. Dengan berat hati ia harus membawa Bangchan pergi dari ruang makan ini. Padahal ia sudah senang karena Bangchan bisa bergabung dengan mereka. Tapi disisi lain Martha menyetujui ucapan Arina. Ia lantas menghampiri Bangchan.
"Ikut ibu, Sayang," lengan Bangchan ia sentuh dengan lembut, memberi isyarat agar Bangchan mengikutinya.
Dengan rasa bingung, pemuda berkulit pucat itu beranjak. Ia selalu menuruti apa yang Martha katakan. Martha berhasil membuatnya percaya dan nyaman, itulah yang membuatnya begitu nurut pada Martha.
"Mau kemana?"
Martha tidak menjawab, memikirkan kalimat apa yang cocok untuk menjawab pertanyaan Arye yang baru saja tiba.
"Martha?"
"Aku harus mengantar Bangchan."
"Ini sudah waktunya makan, duduk di tempatmu, aku tidak ingin terlambat."
"Tapi..."
"Bangchan, duduk di tempatmu."
Bangchan menuruti perkataan Arye. Agaknya, memang Bangchan ini penurut, apa yang dikatakan padanya ia akan lakukan tanpa membantah. Buktinya Arye yang sama sekali tidak dekat dengannya, bahkan pemuda itu berpikir buruk terhadap Arye, namun ia tetap melakukan apa yang Arye katakan.
"Arye, kau tidak bisa membawa orang asing untuk duduk di sini."
"Sejak Bangchan ada di sini, dia menjadi bagian dari keluarga ini."
"Arye, tidak bisa seperti itu! Kau tidak bisa sembarangan, bagaimana jika dia memiliki niat jahat?"
Arye paham dengan apa yang Arina maksud. Istri pertamanya itu bukan besar kepala karena tidak menerima kehadiran orang asing. Arina hanya berpikir logis mengenai Bangchan yang memang orang asing. Para petinggi kerajaan saja tidak bisa bersikap semau mereka, tetap ada batasan. Orang asing seperti Bangchan jelas saja tidak bisa berbuat apapun. Tapi Arina tidak tahu fakta tentang Bangchan yang sebenarnya bukan orang asing, Bangchan adalah putra pertama suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTHEIRE
FanfictionEND Keadaan membuatnya tidak bisa melakukan apapun. Dia yang seharusnya bisa diandalkan, justru tidak bisa melakukan apapun. Lantas bagaimana kelanjutan Artheire? Arye tidak memiliki pilihan untuk menentukan kelanjutannya, seolah menyimpan permata i...