32

57 4 0
                                    


Agaknya benar-benar tidak ingin meninggalkan Minho. Jeongin ia bawa ke kamar Minho. Meminta si bungsu untuk beristirahat di sana, bersama Minho. Jadi yang Martha lakukan adalah menjaga kedua putranya yang berbagi tempat tidur. Jeongin tidak keberatan sama sekali, karena menurutnya yang terpenting adalah Martha di sisinya.

Jeongin baru saja terbangun dari tidurnya. Martha menyuapi si bungsu makan, karena sudah lewat waktu makan siang.

Hari kedua Jeongin tidur bersama Minho.

"Kakak kapan bangunnya, Bu?"

"Ibu juga tidak tahu. Sepertinya kakak begitu lelah sampai tidak ingin membuka matanya."

"Apa kakak baik-baik saja?"

"Kakak akan selalu baik. Ayo, makan lagi," Martha menunggu Jeongin membuka mulutnya lagi.

"Sudah, aku sudah kenyang."

"Ini baru sedikit, Sayang."

"Tapi rasanya sudah kenyang, Bu. Mulutku pahit."

"Baiklah, yang penting sudah terisi sedikit perutnya."

Jeongin kembali bersandar pada tumpukan bantal. Ia menoleh untuk memandangi kakak tertuanya yang memejamkan matanya erat. Jujur saja Jeongin takut. Minho terlihat seram, bukan seram menakutkan, namun menyeramkan karena benar-benar tidak membuka matanya. Jeongin tidak tahu ada orang yang bisa tidur selama itu. Apa saja yang Minho rasakan sampai ia tidak kunjung membuka mata. Dalah hati Jeongin, Minho seperti orang mati.

"Kenapa terus melihat kakak seperti itu?"

Jeongin menggeleng. "Tidak, hanya saja kenapa kakak jadi menyeramkan. Apa kakak akan membuka mata lagi?"

"Jangan berkata seperti itu, Adik. Bukankah lebih baik kita berdoa agar kakak cepat membuka mata."

"Maafkan aku, Bu. Aku hanya khawatir."

"Coba bisikkan pada kakak, suruh segera bangun. Katakan padanya ibu sangat rindu."

Jeongin benar-benar melakukan apa yang diminta Martha tanpa merasa terpaksa atau apapun. Ia mendekat pada Minho dan berbisik di telinganya. "Kakak bangun, ibu menunggu kakak, ibu sangat khawatir pada kakak. Jangan membuat ibu takut, Kak."

Martha tersenyum melihat Jeongin. Si bungsu memang sangat manis, tidak salah jika ia begitu disayangi semua orang.

"Apa kakak sakit, Bu?"

"Iya, ada sesuatu padanya yang membuat dia tidak seperti yang lain. Tapi adik tahu tidak, kakak itu hebat dan kakak begitu kuat?"

"Kenapa bisa?"

"Karena kakak selalu bertahan bagaimanapun keadaannya. Kakak kuat bisa bertahan sampai sejauh ini dan ibu yakin kakak akan selalu kuat."

"Aku percaya pada ibu."

"Makasih, Sayang," Martha yang berada di samping si bungsu langsung mengecup gemas puncak kepalanya. "Istirahat lagi?"

"Aku belum mengantuk, Bu. Lagian aku baru bangun."

Martha terkekeh. "Kemarin adik tidur seharian. Setelah bangun ingin tidur lagi, karena itu ibu tanyakan apa adik ingin tidur lagi."

"Kemarin tidak ada ibu, sekarang sudah ada ibu, rasanya lebih baik."

Hanya usapan yang Martha berikan sebagai jawaban si bungsu. Tentu saja rasa sesalnya ada. Secara tidak langsung Martha yang membuat Jeongin sampai sakit seperti ini.

"Bu."

"Ya, Sayang?"

"Nanti saat aku sudah lebih baik, temani aku jalan-jalan ya, Bu?"

ARTHEIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang