7

124 9 0
                                    


WARN!!!!

Aku gak akan jelasin tentang waktu. Tapi aku selalu kasih tau umur salah satu tokoh. Tolong diperhatikan ya! Setiap chapter itu bisa berbeda-beda waktunya.

Jadi, itu lompat-lompat gitu. Aku jelasinnya dari kasih tau umur salah satunya aja. Kalo umurnya beda dari chap sebelumnya, berarti ya beda tahun atau beda waktu gitu.

Ok? Thx.

Jangan pelit vote!

...

"Sudah lebih baik, Sayang?"

Remaja itu hanya mengangguk.

Suara ketukan pintu terdengar. Memberi tahu bahwa seorang akan masuk ke dalam kamar itu.

Seorang laki-laki memasuki kamar itu. Memberi hormat pada ratu dan putranya yang terbaring di atas tempat tidur.

"Saya izin memeriksa putra mahkota, Yang Mulia."

"Silakan."

"Saya permisi, Yang Mulia," Rafleen izin untuk memeriksa keadaan putra mahkota. Satu persatu ia periksa tanpa melewati apapun.

Dua hari yang lalu, putra mahkota jatuh sakit. Suhu tubuhnya meningkat, sampai tubuhnya kejang. Untung saja saat itu Rafleen menanganinya dengan cepat, mencegah sesuatu yang lebih buruk terjadi.

"Bagaimana perasaan anda, Yang Mulia?"

"Lebih baik."

"Syukurlah. Tidak ada yang serius. Atur pola makan sudah cukup, jangan melewatinya. Juga ramuan untuk memulihkan tubuh harus diminum saat akan tidur dan setelah bangun tidur."

"Apa dia sudah baik-baik saja?"

"Benar, Yang Mulia. Hanya butuh istirahat, jangan terlalu lelah."

"Baiklah."

"Saya permisi, Yang Mulia," Rafleen berpamit setelah melakukan tugasnya.

"Ibu!" seorang anak lainnya datang dengan berteriak memanggil ibunya.

"Iya, Sayang?"

"Kenapa lama sekali? Aku sudah menunggu Ibu sejak tadi!"

"Sabar, Sayang. Ibu menemani kakak sebentar."

"Tapi Ibu sudah janji akan menemaniku!"

"Iya, tunggu sebentar di luar. Jangan di sini, kamu bisa mengganggu kakak."

"Sekarang, Ibu!"

"Iya, Sayang. Sabar sebentar."

"Pergilah, Bu."

"Kamu benar sudah baik?"

"Sudah, tadi Paman Rafleen juga sudah mengatakannya bukan?"

"Iya, tapi..."

"Suara anak itu sangat mengganggu. Jadi lebih baik anak itu pergi dari sini secepatnya."

"Baiklah, ibu temani adikmu dulu ya. Nanti ibu kesini."

Hanya anggukkan pelan yang diberikan pada ibunya.

Menghela napas setelah kepergian ibunya. Ia benci sekali suara ribut adiknya, itu benar-benar mengganggu pendengarannya. Kenapa juga anak itu senang sekali berteriak, ia tidak mengerti.

***

"Kakak."

"Hm?"

"Ibu?"

"Ibu belum pulang."

Wajah itu seketika lesu. "Kapan pulangnya?"

"Sudah rindu, hm? Baru dua hari ibu pergi."

ARTHEIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang