"Aku harus pergi," ucap Minho.
"Aku akan mengantarmu."
"Tidak, kau tidak bisa mengantarnya. Dia bisa pergi sendiri."
"Bu, aku tahu dimana mereka berada. Aku melihat rombongannya tadi."
"Jangan membantah. Ibu tidak akan mengizinkanmu pergi, apalagi sampai mereka melihatmu."
"Aku bisa pergi sendiri," Minho beranjak dari tempatnya. "Terima kasih sudah menolongku," meski tahu tidak ada yang membalas ucapannya, Minho tetap mengatakannya.
Hening seketika menyelimuti mereka.
"Bu."
"Tidak."
"Bu, aku meminta sekali ini saja. Kasihan jika dia tersesat. Dia sepertinya tidak mengenal daerah ini."
Anne hanya menatap anaknya, tanpa berniat menjawab. Keputusannya sudah bulat.
"Bu, percuma aku menolongnya tadi, jika pada akhirnya dia tetap akan mati."
"Itu bukan urusanmu jika dia mati."
"Baiklah, maaf sudah membuat ibu marah."
Anne menghela napas. Sebenarnya ia tidak tega melarangnya. Anne selalu mengiyakan semua yang diinginkan anaknya. Tapi kali ini ia melarang, rasanya tidak tega, apalagi melihat raut lesu itu.
"Bisa berjanji satu hal?"
Kepalanya kembali mendongak, menatap sang ibu.
"Antar dia tanpa bertemu dengan mereka, kau bisa berjanji?"
Senyumnya mengembang mendengar itu. "Aku berjanji. Aku akan mengantarnya hanya sampai sekitar tempat mereka."
"Baiklah, hati-hati. Ibu menunggumu."
Ia memeluk ibunya sebelum berlari keluar dan mencari Minho.
"Hey!" berlari ke arah Minho yang malah terduduk, tidak jauh dari rumahnya. "Ayo! Aku akan mengantarmu!" nadanya terdengar riang karena mendapat izin dari ibunya.
"Boleh?"
"Boleh, aku sudah diizinkan. Ayo kita pergi sekarang."
"Sebentar," Minho duduk bukan tanpa alasan. Ia merasa sangat lemas, padahal rumah yang ia tempati tadi masih terlihat di depan matanya.
"Kenapa?"
"Aku ingin duduk sebentar."
"Baiklah," mengambil duduk di samping Minho. "Kau sakit?"
"Kenapa bertanya?"
"Wajahmu pucat."
"Hanya lelah."
"Tunggu sebentar."
Minho membiarkan dia pergi. Ia merasa lemas sekali, ingin tidur saja. Tapi ia harus kembali agar tidak tertinggal. Meski ia tidak yakin apa mereka masih disana atau sudah pergi. Apa mereka akan melaporkan pada ayahnya mengenai Minho yang menghilang, sepertinya itu pasti akan terjadi.
"Ini."
Minho menatap heran melihat apa yang disodorkan padanya.
"Makan saja, siapa tahu kau bisa lebih baik."
"Terima kasih."
Beberapa waktu mereka duduk di sana. Minho memakan pemberian orang asing di depannya ini. "Ayo, aku harus cepat."
Keduanya mulai meninggalkan tempat. Karena Minho yang berjalan lama, ia sering tertinggal di belakang. Membuat orang itu beberapa kali harus menunggu Minho, pada akhirnya mengikuti langkah Minho yang terasa sangat lambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTHEIRE
FanfictionEND Keadaan membuatnya tidak bisa melakukan apapun. Dia yang seharusnya bisa diandalkan, justru tidak bisa melakukan apapun. Lantas bagaimana kelanjutan Artheire? Arye tidak memiliki pilihan untuk menentukan kelanjutannya, seolah menyimpan permata i...