Bangchan mulai membiasakan diri di tempat barunya. Ia tidak tahu sampai kapan ia berada di sini. Rasanya disini memang lebih baik. Tempat tidurnya lebih nyaman, makanannya berbagai jenis, juga ada banyak orang. Sebelumnya Bangchan hanya tinggal bersama ibunya, tidak pernah bertemu orang lain. Di tempatnya tinggal hanya ada dia dan ibunya.
Tinggal di kaki gunung Antara, di dalam hutan. Bangchan tidak pernah bertemu orang. Sebenarnya ia beberapa kali melihat pasukkan kerajaan yang datang dengan kereta kuda, tapi ia akan melihat dari jauh saja, tanpa terlihat siapapun. Karena itu juga Bangchan tahu kemana harus mengantar Minho saat itu. Bangchan cukup sering melihat mereka berhenti di satu tempat itu, meninggalkan kuda-kuda mereka disana. Tapi Bangchan tidak pernah mengatakan pada ibunya tentang itu. Ia selalu diingatkan untuk tidak mendekati orang asing, ia tidak ingin ibunya khawatir jika ia mengatakannya.
Dengan semua yang ia terima, tidak membuatnya lantas bahagia. Setiap hari yang ia pikirkan hanya tentang ibunya. Ia merasa begitu kosong tanpa ibunya. Perasannya tidak enak, tapi ia tidak tahu harus bagaimana. Ia ingin ibunya kembali, tapi pada siapa ia harus meminta.
"Hey, sedang apa?"
"Tidak ada, hanya memikirkan ibuku."
"Kau pasti sangat merindukannya ya?"
"Sangat, aku ingin memintanya kembali. Tapi tidak tahu harus meminta pada siapa."
"Sayang, tidak boleh seperti ini. Ibu Anne disana pasti sedih melihatmu seperti ini."
"Kenapa bisa seperti itu?"
"Ibu Anne pergi karena sudah waktunya dia kembali. Terima kepergiannya, maka dia akan tenang. Di sini kau harus menjalani hidup dengan baik agar dia berbahagia disana."
"Bagaimana bisa aku bahagia tanpa dirinya."
"Sayang, kau tahu kucing tidak?"
"Kucing?"
"Iya, Minho sedang bermain dengan kucing-kucing lucu. Mau melihatnya?"
"Tidak."
"Lihat dulu saja, kau pasti suka."
Bangchan pasrah saat Martha menariknya paksa. Entah kemana ia akan membawanya. Sampai mereka berhenti di sebuah beranda yang dinaungi atap. Ada Minho dan seorang perempuan di sana, dengan dua kucing berbeda warna. Minho mengajak satu kucing itu bermain-main.
"Minho, Yeji."
Yeji mengbungkuk hormat saat Martha datang.
"Yeji, bisa aku titip dua putraku padamu?"
"Ah, tentu saja, Yang Mulia," meski ragu, Yeji tidak menolak. Agak aneh mendengar permintaan Martha, seolah Martha meminta Yeji menjaga dua anaknya yang masih kecil, padahal mereka berdua lebih tua darinya.
"Jangan sampai mereka bertengkar, mengerti Yeji?"
"Ya, Yang Mulia."
"Bangchan, disini saja bersama mereka. Ibu akan membuat hadiah untukmu."
Bangchan mengangguk. Setelah ditinggal Martha, ia tidak tahu harus apa, jadi yang ia lakukan hanya berdiri melihat mereka.
"Kak, mau coba menggendongnya?" Yeji menyerahkan Kiki pada Bangchan. Sementara Bibi ada bersama Minho. Sebenarnya Yeji agak canggung, ia tidak tahu harus bagaimana, tapi melihat Bangchan diam saja, membuatnya merasa tidak enak.
Bangchan menerima kucing itu. Tapi kucingnya tidak mau diam sampai terjatuh dari tangan Bangchan, lebih tepatnya kucing itu melompat. Membuat pemuda itu terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTHEIRE
FanfictionEND Keadaan membuatnya tidak bisa melakukan apapun. Dia yang seharusnya bisa diandalkan, justru tidak bisa melakukan apapun. Lantas bagaimana kelanjutan Artheire? Arye tidak memiliki pilihan untuk menentukan kelanjutannya, seolah menyimpan permata i...