65

60 5 0
                                    


Sejak hari dimana Martha marah padanya, Winaa menjadi sangat canggung padanya, tidak seperti biasa yang sudah seperti teman. Martha marah karena Winaa menjauhi Yeji dan Minho. Winaa yang membuat Minho kehilangan temannya.

Hari-hari sebelum Minho pergi, anak itu selalu menyendiri di kamarnya, tidak mau melakukan apapun, tidak mau bergabung makan malam. Memang bukan karena Yeji yang menjauhinya. Minho hanya merasa bosan dan malas melakukan apapun di luar. Tapi tetap saja, Martha tidak suka dengan apa yang Winaa lakukan, karena Minho berubah setelah ia tidak lagi memiliki teman.

Seperti saat ini, Winaa berpapasan dengan Martha. Tentu saja ia menyapa dan memberi hormat pada Martha. Tapi Martha hanya membalas singkat, tanpa menyapa kembali Winaa seperti dulu. Martha kecewa padanya, bukan sekedar marah karena sikap kekanakannya.

Sudah dikatakan sebelumnya, Martha tidak akan membiarkan siapapun menyakiti putranya, siapapun dia, Martha tidak akan biarkan. Karena Martha menjaga mereka dengan sepenuh hatinya, tidak akan ia biarkan mereka terluka karena orang lain. Sekalipun Arye yang menyakiti putranya, Martha tidak akan terima.

Martha menghampiri putranya yang tengah berlatih di lapang terbuka. Sudah waktunya istirahat, jadi ia hampiri mereka, membawakan kue buatannya yang masih belum sempurna. Tapi dengan percaya diri Martha memberikan kue buatannya pada para pangeran. Yang terpenting menurut Martha adalah usahanya dan perhatian yang ia berikan pada para putranya.

"Ibu!" Felix berseru saat melihat kehadiran ibunya. Membuat beberapa saudaranya menatap pada arah yang sama dengannya.

"Sudah waktunya istirahat kan? Ibu membuatkan kue untuk kalian."

"Sudah, lelah sekali, Bu," dengan nada merengek Felix mengadu.

Martha hanya tertawa pelan. Ia usap rambut Felix, juga keringat di keningnya. Siang ini begitu terik dan mereka malah berada di lapang terbuka untuk berlatih.

"Jisung bagaimana?"

"Seperti ini, Bu," setelahnya Jisung terkekeh.

"Istirahat dulu, minum air yang banyak agar tidak kekurangan cairan."

"Siap, Ibu."

"Adik dimana?"

"Itu," Jisung menunjuk arah Jeongin yang tengah duduk dan berbicara dengan Hyunjin, jaraknya jauh dari mereka.

Sementara itu Seungmin berjalan menghampiri Martha setelah mencuci tangannya.

"Ibu membuat kue, ayo dimakan," Martha mengajak Seungmin untuk mencicip kuenya.

Kue yang Martha buat itu dibawakan oleh seorang pelayan. Satu nampan berisi kue buatannya yang dari penampilannya memang belum sempurna. Tapi itu lebih baik.

"Terima kasih, Bu."

"Ya, Sayang."

Changbin yang entah dari mana itu juga datang menghampiri ibu dan adik-adiknya. Seperti biasa, Changbin tidak ikut berlatih dengan mereja.

"Bu."

"Iya?"

"Aku suntuk sekali berada di ruang kerja ayah sepanjang hari. Aku lebih baik berlatih dengan yang lain daripada terkurung di ruangan itu."

Martha terkekeh mendengar keluhan si sulung. Jarang sekali ia dengar Changbin mengeluh. Sebagai tertua diantara adiknya, Changbin selalunya terlihat tegar dan tidak banyak mengeluh. Tapi kali ini mendengarnya merengek, malah membuat sang ibu terkejut. Jika sudah begitu, pasti Changbin benar-benar merasa suntuk karena terkurung di ruang kerja ayahnya seharian dengan semua hal yang membuat kepalanya pusing.

ARTHEIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang