55

53 4 0
                                    

Udah pernah bilang ini belum, aku ada cerita baru on going 9 chapter, kalo minat bacaa, cek akun aku. Jangan lupa follow biar tau kalo aku ada cerita wkwkwkwk.

***

Arye menghampiri Martha di kamarnya. Sudah beberapa hari ini Martha tidak keluar. Tidak pernah makan bersama lagi. Arye tidak mau istrinya itu terus bersedih. Yang Arye inginkan, Martha bisa menerima kepergian putranya dan menjalani hidup seperti biasanya lagi.

Martha mengabaikan putranya yang lain. Martha juga mengabaikannya. Putra mereka, juga dirinya butuh Martha. Butuh wanita itu untuk mengurusinya. Tapi Martha masih dalam kekalutannya sendiri.

Sudah beberapa hari Arye biarkan. Ia pikir hari ini sudah cukup. Martha harus sadar ada orang yang masih membutuhkannya, sebagai ibu dan juga istri.

Setelah makan pagi bersama, Arye langsung menyambangi kamar istrinya. Masuk tanpa meminta izin seperti yang biasa ia lakukan.

"Martha."

Wanita itu menoleh padanya. Posisinya tengah memandang keluar jendela. Hari ini langit sangat cantik. Udara sejuk berhembus sampai ke kamar. Kicauan burung juga terdengar dari sini, menghiasi kamar yang terasa hening.

Arye memeluknya dari belakang. Meletakkan wajahnya di atas pundak pujaan hatinya. Ia pandangi sisi wajah Martha. Meski usianya semakin bertambah, Arye masih tetap mengagumi parasnya dengan senyum lembut yang khas. Wanita kedua yang berhasil mencuri hati Arye setelah Anne, ibu kandung Bangchan. Wanita yang sangat ia syukuri karena memilikinya dalam hidup.

"Kau tidak merindukanku, Martha?"

Martha tidak menjawab. Menatap pada suaminya hanya sekilas pun tidak.

"Bagaimana dengan anak-anak. Tidak merindukannya?"

Ditatapnya sebentar pemimpin rakyat yang juga menjadi pemimpin keluarganya itu. Kemudian menatap kembali keluar.

"Mereka sangat merindukanmu. Mereka menunggumu. Apa masih butuh waktu untuk menemui mereka?"

"Mereka sama terlukanya denganmu, mungkin lebih darimu. Karena tidak ada ibu mereka yang menenangkan mereka saat terluka. Tidak ada yang memeluk mereka disaat sedih."

"Arye, aku kehilangan putraku."

"Akupun sama, Martha."

"Aku belum menjadi ibu yang baik untuk Minho. Aku juga belum menjadi ibu yang baik untuk Bangchan. Bahkan aku belum memberikan apapun pada Bangchan."

"Aku juga merasakan hal yang sama. Aku belum melakukan yang terbaik untuk mereka. Aku merasa gagal menjadi ayah mereka. Apalagi aku sangat menyadari, mereka sama-sama terluka karena kesalahanku. Bangchan dan Minho, tidak seharusnya menderita karenaku. Aku ayahnya, harusnya aku yang membuat mereka bahagia. Tapi apa yang sudah aku lakukan? Aku membuat hidup mereka berantakan."

"Martha. Aku selalu merasa bersalah atas mereka berdua. Seperti yang kita tahu, aku penyebab penderitaan mereka. Aku membutuhkanmu, Martha. Aku butuh kekuatan darimu. Aku butuh dirimu untuk selalu di sisiku dan aku butuh seorang yang bisa menopangku. Apa kau masih membutuhkan banyak waktu?"

"Aku benar-benar membutuhkanmu."

Martha masih diam. Tapi air matanya kembali turun saat hatinya terasa begitu perih. "Maafkan aku."

"Tidak, aku tidak menyalahkanmu sama sekali. Aku hanya membutuhkan dirimu."

Martha mengangguk.

"Jangan seperti ini ya. Aku tahu Minho sangat menyayangimu. Kau ibu yang hebat, Martha."

ARTHEIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang