69

66 5 0
                                    

Vote-nya jangan lupa guysssss, makasiii.

***

"Yeji, boleh aku duduk disini?"

Gadis itu mendongak dan mendapati seseorang berdiri di depannya. Ia ikut berdiri setelahnya, memberi hormat pada salah satu putra rajanya.

"Tidak perlu," ia menahan tangan Yeji, agar gadis itu tidak melakukan lebih.

"Boleh aku duduk disini?"

"Tentu."

"Apakah aku harus memanggilmu dengan kakak?"

"Tidak perlu."

"Baiklah."

Beberapa menit tidak ada percakan diantara mereka. Yeji merasa canggung karena ia duduk bersama pangeran, hal yang tidak pernah ia bayangkan. Memangnya boleh ia duduk bersama seperti ini? Ah, sepertinya Yeji harus membiasakan diri.

"Aku sebenarnya senang mengetahui kamu adalah saudaraku. Aku kehilangan kakakku, aku pikir aku kehilangan saudaraku. Mengetahui kamu adalah saudaraku juga, aku tidak bisa menghindar jika aku senang."

"Aku tidak merasakan itu. Aku tahu Pangeran bukan saudara yang baik."

Hyunjin tertawa mendengarnya. "Memang. Aku bukan saudara yang baik."

"Pada Kak Minho saja, Pangeran berani melukainya."

Kembali tertawa. "Aku tahu, itu juga yang membuat aku menyesal. Benar yang orang lain katakan, kita akan menyadari hal itu berarti jika kita sudah kehilangan. Aku pikir, sampai aku mati, aku akan hidup dengan rasa penyesalan ini."

"Maaf sudah berkata buruk seperti itu, Pangeran," Yeji menunduk, merasa sesal atas apa yang ia katakan pada Hyunjin. Meski yang ia katakan adalah sebuah fakta.

"Tidak perlu meminta maaf, aku memang salah, dan kamu benar. Bisa tidak panggil aku dengan namaku saja."

Jujur, Yeji tidak tahu apakah ia bisa melakukannya. Karena baginya, Hyunjin sampai kapanpun adalah orang yang harus ia hormati, begitu juga semua putra Arye lainnya.

"Jika kamu mengizinkan, aku ingin menjadi saudara yang baik untukmu. Setidaknya ada yang aku lakukan pada saudaraku. Sebagai penebus salahku pada kakak, aku ingin sekali menjadi saudara yang baik."

Yeji yang tidak tahu harus membalas apa, memilih diam.

"Yeji, aku tahu kamu tidak baik-baik saja atas fakta yang kamu tahu. Jangan marah pada ayah, aku percaya jika ayah sama sekali tidak tahu dirimu. Yeji, aku yang selama ini hidup dengan ibu kita. Aku tahu bagaimana ibu, dia bukan orang yang baik. Tidak perlu bersedih karena memiliki ibu sepertinya. Setidaknya, kamu memiliki Bibi Winaa, yang aku yakin begitu menyayangimu."

"Yeji, jika kamu mau tahu, aku akan memilih hidup sepertimu saja, daripada harus hidup dengan kehidupanku yang lalu. Banyak hal yang sudah ibu lakukan padaku, yang bahkan aku tidak bisa memaafkannya. Bukan beramaksud jadi anak yang jahat. Tapi begitu banyak luka yang ibu lakukan padaku, Yeji."

"Aku kehilangan banyak hal, karena ibu. Tolong jangan bersedih terus. Aku ingin kamu hidup lebih baik, sebagaimana baiknya hidupmu selama ini. Kamu masih memiliki Bibi Winaa, aku yakin tidak akan meninggalkamu setelah fakta ini terungkap."

Sebenarnya Hyunjin tidak memiliki keberanian sama sekali untuk bicara dengan Yeji. Awalnya Hyunjin hanya bingung harus memulai bagaimana dan harus mengatakan apa. Hyunjin bukan saudara yang baik. Hyunjin merasa tidak pernah memberikan perhatian kepada saudaranya. Oh, sepertinya Hyunjin lupa, karena ia adalah kakak yang baik untuk Jeongin.

Ada orang lain yang mendorong Hyunjin untuk berbicara pada Yeji. Orang itu adalah saudara Yeji sendiri. Ryujin yang meminta pada Hyunjin agar mau berbicara pada Yeji. Gadis itu berpikir Yeji akan lebih baik jika saudaranya sendiri yang berbicara padanya. Ryujin juga bermaksud membuat keduanya lebih dekat.

ARTHEIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang