67

65 5 0
                                    


Seperti yang selalu terjadi. Begitu mendapat masalah, Arye akan datang pada Martha. Hanya pada istrinya itu ia bisa pulang dan menenangkan diri. Hanya pada Martha, Arye percaya.

Setelah merasa tidak mampu dengan apa yang ia simpan, Arye temui Martha. Ia ceritakan semua yang Rafleen katakan padanya. Bahkan sang raja bercerita sampai menitikan air mata. Merasa sangat bodoh dan tidak layak, sampai bisa dibohongi dengan kebohongan yang begitu besar. Merasa bersalah pada Yeji yang harus tumbuh dengan orang lain.

Martha membiarkan Arye memeluknya, mencari ketenangan. Ia usap punggung kokoh laki-laki yang begitu ia cintai. Membiarkan Arye mencari ketenangan hati. Begitu dirasa pas, Martha akan berbicara.

"Kita bisa lihat sisi lainnya, Arye. Mungkin memang lebih baik jika Yeji bersama Rafleen dan Winaa. Maksudku, kita tahu kan bagaimana Hyunjin. Jika Yeji disini sejak kecil, ada kemungkinan Ratu melakukan hal yang sama, mungkin lebih parah."

Hyunjin saja sejak kecil sudah ditekan sebegitu kerasnya oleh sang ibu. Sampai ia tidak memiliki waktu bermain saat kanak-kanaknya. Hyunjin dibiarkan sendirian, tanpa Arina mau mengurusnya atau mempedulikannya. Yang Arina lakukan hanya terus menekannya. Bukan itu saja, Arina juga tidak membiarkan Hyunjin berinteraksi dengan putra Arye lainnya. Karena itu Hyunjin tumbuh benar-benar sendirian. Melewati hari-harinya yang keras sejak ia kecil.

"Yeji lebih beruntung dari Hyunjin. Ia mendapat kasih sayang orang tua yang lengkap."

"Tapi dia masih memiliki aku sebagai ayahnya, jika Arina tidak mau mengurusnya."

"Coba pahami maksudku, Arye. Selama ini, apa kau tahu bagaimana Hyunjin? Tidak kan? Dia sendirian selama ini. Kau baru tahu hal tentangnya saat dia besar. Kau baru membuka mata setelah Hyunjin mengatakan semua perasaannya padamu. Aku sama sekali tidak menyalahkanmu, Arye. Daripada menyalahkan diri sendiri, ada baiknya memikirkan hal baik di sampingnya."

"Tapi aku membiarkan anakku bersama orang lain, aku bahkan tidak pernah tahu kehadirannya, Martha."

"Sekarang, daripada memikirkan itu. Lebih baik kita pikirkan kedepannya. Jika kau menginginkannya, kau berhak memilikinya. Setelah itu, kita berikan semua yang kita miliki untuknya, kita berikan dia perhatian dan kasih sayang yang cukup."

"Tapi apa dia akan menerimaku, Martha? Apa anak itu akan memaafkanku?"

"Kita harus berusaha."

"Aku juga tidak mau menyakitinya, Martha. Jika dia tahu hal itu, dia akan sangat tersakiti kan?"

"Memang benar. Tapi setiap keputusan, tentu saja ada resikonya. Memberi tahunya, sama saja menyakitinya. Tapi setidaknya, dia tahu orang tuanya, dia bisa menerimamu saat waktunya tepat. Jika membiarkannya tidak tahu, itu juga akan menyakitinya."

"Apa yang harus aku lakukan?"

"Aku pikir, lebih baik memberi tahunya. Bagaimanapun, dia putrimu, Arye. Akan lebih baik jika dia tahu ayahnya."

"Jika aku memilih untuk membiarkan dia, bagaimana menurutmu? Aku biarkan dia tidak tahu masalah ini. Membiarkan dia bahagia dengan keluarganya yang sekarang?"

"Dan menyakiti dirimu sendiri? Arye, aku pikir, Yeji tidak akan kehilangan kasih sayang dan perhatian dari Rafleen dan Winaa. Justru, dia akan mendapakannya juga darimu. Dia akan lebih baik, meski hatinya pasti terluka."

Arye tidak menjawab. Ia masih berpikir langkah apa yang harus ia ambil untuk masalah ini. Di satu sisi ia ingin sekali membawanya sebagai putrinya. Tapi tidak mau menyakiti hati anak itu jika tahu fakta ini.

"Istirahatlah dulu. Hari ini sudah begitu berat untukmu. Aku akan menemanimu, Arye."

"Aku tidak bisa."

ARTHEIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang