40

46 6 0
                                    

Arigatou yang udah like.

---

Hari masih begitu pagi kala Arye mendapat kabar buruk. Pemimpin Artheire itu melangkah cepat dengan perasaan yang tidak bisa dikatakan baik, jantungnya berdebar kencang begitu satu berita ia terima. Sangat tergesa untuk sampai di tempat tujuannya.

"Ada apa?"

"Maaf, Yang Mulia, beliau telah tiada. Ada bisa ular di dalam tubuhnya, memang tidak berbahaya, tapi itu sudah menjalar ke seluruh tubuhnya cukup lama."

"Bagaimana bisa kau tidak menyadari itu, Rafleen!" Arye menyentak.

"Maaf, Yang Mulia. Racun itu sebenarnya tidak berbahaya, saya juga tidak bisa mendeteksinya karena memang tidak terlihat. Jika saya mengetahuinya sejak awal, saya bisa memberinya penawar. Maafkan saya, Yang Mulia."

Arye menggeram marah. Ia benar-benar marah pada tabib kepercayaan kerajaani itu. Bagaimana bisa hal sekecil itu Rafleen tidak tahu. Bahkan ia sampai menghilangkan sebuah nyawa. Menurutnya Rafleen terlalu ceroboh.

"Sialan! Kau harus bertanggung jawab atas kebodohanmu, Rafleen!" amarah Arye nampaknya tidak akan mudah untuk mereda.

Sementara itu Rafleen hanya menunduk hormat. Ia tahu kesalahannya, ia sendiri tidak menyangka akan sangat lalai seperti itu. Ia tabib utama disini, bagaimana bisa ia tidak menyadari apa yang terjadi pada pasien yang seharusnya menjadi tannggung jawabnya. Bahkan seseorang mati karena kelalaiannya.

Jika Rafleen menyadari sejak awal, ia bisa menangani dan mencegah sesuatu yang buruk dengan ramuan penawar bisa ular. Apalagi bisa ular itu tidak terlalu berbahaya yang dalam sekejap dapat membunuh seseorang.

Rafleen baru menyadari ada sebuah luka yang ia kira adalah hasil dari perbuatan hewan melata itu. Luka yang sebelumnya tidak Rafleen ketahui, karena letak luka yang tersembunyi. Rafleen benar-benar merasa bersalah karena bisa selalai itu.

"Apa yang harus aku lakukan?!" saking emosinya, Arye memukul tembok di dekatnya dengan kepalan tangan kencang. Ia benar-benar tidak tahu harus apa, karena sumber segalanya sudah tewas dan ia tidak bisa melakukan apapun lagi. Arye hancur, hatinya begitu sakit.

"Aku harus apa?" lirihnya seraya mengusap wajah dengan kasar. Ia tidak tahu harus apa setelah ini, bagaimana kelanjutan setelahnya. Semuan tidak akan mudah untuknya.

"Yang Mulia."

"Martha, bantu aku, aku tidak tahu harus apa. Aku merasa sangat bodoh ada di posisi ini. Aku tidak layak sama sekali."

Bahu tegap itu Martha usap lembut.

"Tolong aku, Martha."

"Aku akan selalu membantumu, Yang Mulia. Aku tahu ini berat untukmu, tapi kau tidak sendiri."

"Ibu!"

"Ibu, ada apa?"

"Ibu, bangun. Aku disini."

Atas perintah Arye, Bangchan dibawa untuk menemui ibunya. Tapi yang Bangchan dapati malah ibunya yang matanya terpejam erat, wajahnya yang teramat pucat, tubuh yang tidak merespon apapun. Bangchan tidak tahu apa yang terjadi, kenapa ibunya seperti ini. Sungguh, Bangchan tidak mengerti apapun.

"Ibu, bangun. Maaf aku sudah mengingkari janji."

"Ibu?"

Bangchan tidak tahu bahwa ibunya yang kaku itu sudah tidak bernyawa. Bangchan tidak tahu bahwa ibunya tidak akan membuka matanya lagi. Ia tidak tahu ibunya sudah pergi menuju keabadian. Karena dalam hidup anak itu, ia sama sekali tidak mengerti apa itu kematian atau kepergian.

ARTHEIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang