51

50 5 0
                                    


"Winaa, apa kau lagi yang melarang Yeji menemui Minho?"

Secara khusus Martha menemui Winaa. Martha hanya ingin tahu apa yang Winaa katakan pada putrinya. Apa benar Winaa melarang putrinya untuk menemui Minho lagi.

"Maaf, Yang Mulia, tapi Yeji belakangan ini lebih banyak belajar."

"Aku sadar jika Yeji tidak pernah lagi menemui Minho. Winaa, kau tahu kehadiran Yeji di samping putraku begitu berpengaruh. Winaa, Minho bisa berteman dengan Yeji, Minho pada akhirnya memillki seorang teman. Aku tahu ini yang membuat Minho akhir-akhir lebih banyak diam dan murung. Putraku kehilangan temannya."

"Maafkan aku, Yang Mulia, aku tidak bermaksud demikian."

"Tapi kau menyakiti putraku. Aku tidak tahu kau sejahat itu, Winaa. Jika kau ingin tahu, aku tidak suka dengan Minho yang sekarang."

"Maafkan aku."

"Jadi benar, kau yang meminta Yeji untuk tidak lagi menemani Minho?"

"Aku memiliki alasan sendiri."

"Apa?"

"Itu alasanku, aku tidak akan memberi tahunya. Maafkan aku, Yang Mulia."

Martha tidak habis pikir dengan apa yang dikatakan Winaa. Beberapa hari ini Martha sudah berusaha memikirkan apa yang kiranya terjadi, mengaitkan beberapa hal yang ada. Begitu ia mendapat sedikit titik, ia langsung menemui Winaa untuk kejelasan.

"Apa itu karena ucapanku saat itu?"

Winaa tidak menjawab.

"Jawab aku , Winaa!" Martha tidak bisa lagi bersabar menghadapi Winaa. Karena sungguh, melihat Minho sekarang yang benar-benar banyak diam tanpa berbicara apapun membuat Martha tidak bisa tenang.

"Jika benar karena itu, kenapa kau anggap serius? Ucapanku itu hanya candaan. Lagian aku tidak memiliki hak apapun dalam hidup Minho. Dia yang menentukan hidupnya sendiri. Jikapun ada yang akan mengaturnya, itu ayahnya atau ibu kandungnya. Kau seharusnya mengerti itu, Winaa. Yang kau lakukan malah menyakiti putraku. Sungguh, aku akan sangat marah dan membenci orang yang telah menyakiti putraku, siapapun itu."

Setelah mengatakan itu, Martha memilih pergi meninggalkan Winaa, orang yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya. Mereka dekat sudah belasan tahun yang lalu. Tapi sekarang, Martha tidak bisa mengabaikan rasa kecewanya pada Winaa.

Winaa sendiri merasa bersalah. Ia tidak berniat menyakiti Minho sama sekali, ia tidak akan melakukannya dengan alasan apapun. Kali ini ia memiliki alasan sendiri. Tapi perkataan Martha barusan membuat Winaa kembali berpikir tentang apa yang telah ia lakukan, ia merasa pilihannya adalah hal yang salah.

Martha tidak tahu kenapa, tapi rasanya tidak rela saja ada salah satu dari putranya, atau lebih tepatnya putra Arye yang terluka. Martha menyayangi mereka, meski bukan ibu kandungnya, tapi rasa sayangnya sama.

"Ibu."

Martha menoleh, satu putranya memanggil. "Ya, Sayang?"

"Jeongin marah padaku."

"Marah kenapa?"

"Marah, dia benar-benar marah padaku. Ibu, tolong bujuk dia agar tidak marah padaku lagi. Dia sama sekali tidak mau mendengarkanku lagi."

"Ibu yakin itu salahmu sendiri kan?"

"Ya, aku tahu salah. Tapi aku tidak tahu dia akan semarah ini padaku."

"Minta maaf padanya, bujuk dia dengan caramu sendiri."

"Tapi dia sama sekali tidak mendengarkanku, Bu."

ARTHEIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang