🐑 54

1.1K 20 14
                                    

3 hari berlalu.

Kabar duka tentang kepergian Arshan masih dirasakan oleh seluruh temannya, terutama Damar yang kini tengah memeluk sebuah guci berisi abu sahabatnya untuk dilarungkan di laut.

Damar baru tiba dari Bandara setelah upacara kremasi selesai, ia masih tak menyangka sahabat baiknya pergi secepat itu.

Senyum, tawa bahkan raut kesal Arshan masih teringat jelas dalam memorinya. Ternyata kelulusan Sekolah Dasarnya dulu adalah pertemuan terakhir mereka, sebelum akhirnya Damar dan keluarga memutuskan untuk pindah ke Bali.

Damar segera menghapus air matanya saat Kamala menepuk bahunya sembari melirik guci yang ia bawa.

"Damar masih kangen Arshan, Tante ...," ucap Damar dengan suara parau.

Kamala tersenyum getir, pandangannya beralih menatap sebuah pulau kecil yang tak jauh dari kapalnya, "Damar, semua makhluk hidup akan kembali kepada sang Pencipta ... apa yang Tuhan titipkan pada kita, pasti akan diambil kembali, kita sekarang hanya bisa mengikhlaskan dan mendoakan yang terbaik untuk Arshan."

Damar mengangguk sembari mengusap air matanya sebelum membuka penutup guci yang masih berada dalam pelukannya.

Cowok itu lantas berdiri di atas kapal lalu memejamkan matanya, sembari mengangkat tinggi guci tersebut dan membiarkan abu sahabatnya bertaburan di air laut.

Air mata Kamala semakin deras mengalir, kini kekuatan hatinya sudah berpulang. Ia hanya bisa berandai-andai tentang putranya, andai dirinya tak membiarkan Arshan melepaskan pelukannya dan tak pergi dari rumah, mungkin saja ia masih bisa merasakannya pelukan hangat itu lagi. Namun takdir tak ada yang tahu.

Kamala merangkul bahu Damar dan mengajaknya untuk melambaikan tangannya di depan deburan ombak sebagai tanda perpisahan mereka untuk Arshan.

Selamat jalan sahabatku, selalu datangin gue lewat mimpi. Batin Damar tersenyum pilu.

🥀

Ujian di sekolah membuat Altra dan seluruh temannya dengan berat hati untuk tak mengikuti prosesi melarungkan abu sahabatnya di laut. Mereka hanya bisa hadir saat upacara kremasi 3 hari yang lalu, itu pun dari kejauhan.

Terlihat sesekali Aksa melirik bangku sebelahnya yang nampak kosong. Itu bangku Arshan.

Biasanya Aksa akan mendapati Arshan yang tengah fokus mengerjakan soal, lalu dengan jahilnya ia menyembunyikan penggaris sahabatnya dan akan dikembalikan jika dirinya diberi beberapa contekan. Namun kini orang yang biasanya ia jahili telah tiada dan hanya meninggalkan kenangan yang begitu membekas.

Penggaris lo masih gue bawa, Shan. batin Aksa sembari tersenyum tipis.

Sementara Genta sedari tadi hanya memandangi soal ulangannya tanpa berminat untuk mengerjakannya. Soal Fisika di hadapannya adalah mata pelajaran favorit Arshan, biasanya ia akan mendatangi bangku Arshan dan memintanya untuk mengerjakan meskipun pada akhirnya hanya omelan dari Arshan yang ia dapat.

Kalau gue nggak ngerjain ulangan, apa lo bakal marah-marah kayak biasanya? Batin Genta sembari menatap langit-langit ruang kelas.

Brakk

Seluruh penghuni kelas terkejut saat tiba-tiba Alatas yang sedari tadi hanya diam, kini dengan sengaja membanting kursinya sembari meraung.

"Arshann!" Alatas berteriak sembari berlari keluar kelas.

Hal itu membuat seluruh temannya saling berteriak memanggil Alatas dan mengejarnya.

 𝐀𝐋𝐓𝐑𝐀𝐊𝐒𝐀 (My Absurd Husband)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang