🐑 43

1.6K 32 15
                                    

"Lo tunggu di sini ya! Jangan ke mana-mana!"

Tika mengangguk sebelum Alatas benar-benar menutup pintu toilet dan meninggalkan gadis itu sendirian.

Alatas segera berlari menuju wastafel, dan memuntahkan cairan kental berwarna merah dari dalam mulutnya. Sengaja ia hidupkan keran supaya gadis yang tengah menunggunya di luar sana tak curiga.

Beberapa kali Alatas memukul dadanya yang terasa sesak hingga membuatnya kesulitan untuk menghirup udara.

"Sakit!" rintih cowok itu, dan kembali terbatuk dengan darahnya yang terus keluar dari dalam mulut.

Keringat dingin keluar dari tubuhnya yang gemetar, bahkan telinganya berdenging membuat kepalanya terasa nyeri.

Alatas melepaskan kacamatanya sembari merosotkan tubuhnya pada dinding toilet, dengan napas yang tersenggal ia mengeluarkan sebotol kecil berisi obat berwarna putih. Bukannya diminum, obat itu justru dibuang ke sembarang arah hingga berhamburan.

"Obat, obat, obat! Gue capek!" Alatas meraung sembari menjambak surai rambutnya. "Kenapa gue nggak bisa hidup normal kayak orang lain?!"

Alatas menelungkupkan wajahnya, bahunya terlihat bergetar. Rasanya ia ingin memeluk gadis yang masih menunggunya di luar sana.

"Penyakit sialan! Kenapa nggak dari dulu gue mati?!"

Dalam toilet yang sepi dan hanya ditemani gemericik air keran, membuat Alatas bisa leluasa untuk meluapkan semua masalahnya, bahkan ia bisa menangis sepuasnya. Mungkin, jika saja suara ketukan pintu dari luar tak terdengar olehnya.

Alatas lantas mematikan keran airnya.

"Kak Ala udah belum sih? Buang hajat, apa lagi beranak?!"

Dengan tubuh yang sedikit sempoyongan, Alatas segera bangkit dari duduknya lalu mencuci wajahnya agar terlihat lebih segar.

Setelah dirasa membaik, ia bergegas menuju pintu toilet dan membukanya. Terlihat gadis itu sudah memasang ekspresinya yang berbeda.

"Lama banget!" protes Tika sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Alatas tergelak, tangan kanannya bergerak untuk mengacak puncak kepala Tika. "Perut gue sakit, mie-nya tadi pedes banget, gila!"

Tangan gadis itu lantas mencubit pinggang Alatas dan sukses membuat cowok itu mengaduh. "Makanya kalau ngambil sambalnya jangan banyak-banyak!"

"Eh ... eh ... aduh! Sakit Sayang!" Alatas berusaha melepaskan cubitan dari Tika dan menarik tangan gadis itu hingga memeluknya.

"Mending lo peluk gue kayak gini!" Alatas terkekeh, sembari menyandarkan kepala gadis itu pada dada bidangnya.

"Tapi kan aku nggak niat meluk Kak Ala!" protes Tika lalu mencoba melepaskan pelukan Alatas. Namun cowok itu justru semakin mengeratkan pelukannya.

"Bodo amat!" Alatas tertawa pelan, diam-diam ia kembali menitikkan air matanya.

Cukup lama mereka berpelukan di depan toilet, hingga membuat seseorang yang hendak membuang air kecil di sana seketika memergokinya dengan suara keras.

"Woi! Kalau mau mesum jangan di sini!"

🐑

"Stella, tolong jagain Altra dulu ya, Sayang?" ucap Lusiana setelah meraih tas nya yang tergeletak di sofa.

"Loh, Mama mau kemana?" tanya Stella, tanpa sadar ia menahan lengan Sofia.

Vano yang baru saja tiba di ruang rawat Altra, lantas segera menghampiri istrinya.

 𝐀𝐋𝐓𝐑𝐀𝐊𝐒𝐀 (My Absurd Husband)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang