"Dari mana lo? Udah satu jam lebih gue nungguin!" protes Alatas saat Genta baru saja tiba di bangku kafe. Tempat yang dijanjikan mereka untuk bertemu.
Genta menyeringai sembari melepas topi hitamnya, "Biasa, urusan masa depan."
Alatas berdecih sembari menyodorkan secangkir mochalatte kesukaan Genta.
"Lo nggak gangguin cewek gue kan?" tanya Alatas dengan tatapan mengintimidasi.
Genta yang tengah menyeruput minumannya lantas tersedak dan buru-buru mengambil tisu di depannya.
"Bukan gue yang ganggu, tapi dia yang ganggu pikiran gue," aku Genta yang langsung mendapat tatapan tajam dari Alatas.
"Lo nyuruh gue ke sini, cuma buat nanyain hal kayak gini?" lanjut Genta.
Alatas membuang napas berat sembari menyandarkan punggungnya di sofa. Sebenarnya bukan itu yang membuat Alatas memaksa Genta untuk datang menemuinya.
"Akhir-akhir ini lo diem aja, padahal udah ajak kerja sama bareng gue. Emangnya lo udah dapetin informasi siapa cowok yang ngehamilin Stella?" tanya Alatas.
Genta lantas tersenyum sembari menganggukkan kepalanya.
"Kok lo nggak ngasih tau gue? Sia-sia dong gue sampai sekarang nyari siapa pelakunya!" protes Alatas sembari menegakkan tubuhnya.
"Emang lo mau tau? Siapa cowok itu?" tanya Genta sembari mengeluarkan ponselnya dari dalam saku.
Alatas mengangguk cepat, ia ingin memastikan siapa cowok itu. Apakah persis seperti yang ia pikirkan atau bukan.
"Gue kasih tau, tapi putusin cewek lo dulu," ucap Genta dengan tatapan serius meskipun masih menyunggingkan senyumnya.
Alatas berdecih sinis, "Nggak ada hubungannya sama Tika. Segitunya lo terobsesi sama cewek gue? Mending nggak usah lo kasih tau!"
Genta tergelak, lalu menyodorkan ponselnya untuk memperlihatkan wajah seseorang pada Alatas.
"Itu orangnya," ucap Genta sembari menatap wajah Alatas yang mendadak serius. "Kaget?"
"I-Itu ...."
"Emang dia orang munafik, pinter banget manfaatin suasana," potong Genta lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku.
Sedangkan Alatas masih syok apa yang ia lihat baru saja.
Genta mengalihkan pandangannya pada jendela luar, dahinya seketika berkerut saat tak sengaja mendapati 2 orang tengah duduk di atas motor untuk menunggu lampu hijau menyala. Cowok itu menajamkan penglihatannya untuk memastikan apa yang ia lihat itu benar.
"Itu Arel sama Stella," tunjuk Genta, membuat Alatas menoleh ke belakang.
"Bahaya!" gumam Genta. Ia teringat apa yang Marco katakam beberapa hari yang lalu.
"Kenapa?" tanya Alatas dengan tatapan heran.
"Gue cabut duluan!" pamit Genta lalu segera beranjak dari bangkunya.
Meilihat itu, Alatas segera mengeluarkan selembar uang seratus ribu yang kini ia letakkan di bawah cangkir, lalu berlari menyusul Genta.
"Gue ikut!"
Genta lantas menoleh ke belakang dan mendapati Alatas berlari menghampirinya.
"Nggak! Muka lo pucat banget!" tolak Genta setelah membuka pintu mobilnya.
"Gue nggak apa-apa!" ujar Alatas dengan nada memaksa.
Genta membuang napas berat lalu mengangguk. "Lo kabarin Aksa, gue kabarin Al-" Genta membelalakkan matanya saat dirinya tak mendapati lagi Arel dan Stella. "Loh?! Mereka ke arah mana?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐋𝐓𝐑𝐀𝐊𝐒𝐀 (My Absurd Husband)
Roman pour AdolescentsEnd✔ R 17+ "Altra kalau kita nanti terpisah, aku bakal cari cara buat kita kembali." Sesuai seperti apa yang Stella janjikan untuk Altra, ia rela mengorbankan semuanya untuk seseorang yang sangat berarti di masa lalunya. Altra kehilangan memori inga...