Di dalam ruang yang sunyi dan hanya terdengar suara monitor, Stella perlahan membuka kedua matanya. Pandangan pertama kali ia lihat adalah dinding berwarna putih yang masih nampak kabur, serta infus yang telah tertempel di punggung tangannya. Kemudian Stella tahu saat ini dirinya sedang berada di tempat yang paling ia benci. Ya, rumah sakit.
"Sayang," gumamnya saat pintu berwarna abu-abu itu dibuka oleh suaminya dari luar.
Cowok itu berjalan menghampiri Stella sembari membawa selembar kertas yang disodorkan untuknya.
"Itu apa?" tanya Stella hendak mengusap lengan Altra. Namun cowok itu segera menepisnya begitu kasar.
"Puas?" tanya Altra terdengar pelan, membuat Stella yang masih terbaring lemah lantas mengkerutkan dahinya. "Puas sama drama lo?"
"Drama?" gumam Stella yang masih tak mengerti maksud suaminya.
"Janin yang lo kandung itu ternyata bukan anak gue!" ujar Altra sembari melempar kertas yang ia bawa.
Perempuan itu lantas tercekat, buru-buru ia meraih kertas yang terjatuh di atas perutnya lalu membaca keterangan yang terlampir di dalam kertas tersebut.
"Altra, aku bakal jelasin-"
"Jelasin soal Calla kalau dia juga anak lo?" potong Altra sembari menaikkan kedua alisnya.
Jantung Stella semakin berdegup cepat setelah Altra melontarkan kalimat yang ia harap tak pernah keluar dari mulut suaminya. Kini apa yang ia khawatirkan sedari dulu akhirnya terjadi dan ia belum siap jika Altra kembali membencinya, bahkan tak akan pernah siap.
"Altra ... dengerin dulu!" Stella berusaha meraih tangan suaminya.
"Bukan salah lo," lanjut Altra sembari menjauhkan tangannya dari Stella. "Ini salah gue karena jatuh cinta sama cewek murahan kayak lo."
Mendengar itu seketika mata Stella luruh, seperti ada belati yang menggores hatinya.
"Ayah minta kita cerai, sepertinya itu keputusan bagus!"
Stella lantas menggeleng, ia bahkan ingin meraih tangan Altra.
"Nggak! Aku nggak mau, Altra!" Stella menggeleng cepat. Ia tak siap jika kembali berpisah dengan Altra.
"Kenapa? Bukannya lo bakal bebas main sama cowok lain? Gue tau, lo nggak akan pernah menyesal apalagi buang anak sendiri di jalan," ucap Altra.
"Aku nggak mau, Sayang ... aku minta maaf, aku nggak mau cerai!" Stella berusaha menggapai tangan Altra sembari meraung. Berpisah dengannya jauh lebih menyakitkan dari pada kalimat menusuk yang dilontarkan Altra untuknya.
Altra menyeringai dan kembali beranjak dari ruang rawat Stella, ia tak peduli jika Stella masih kesakitan bahkan tak menghentikan langkahnya ketika perempuan itu terus memanggilnya dengan tangisan.
"Altra! Aku nggak mau!" teriak Stella sembari berusaha melepas infusnya. "Altra, nggak boleh pergi!"
"Altraa!" Stella terbangun di dalam ruang yang nampak sepi dan hanya di temani suara monitor disampingnya.
Matanya berkeliling menyusuri sudut ruangan hingga mendapati seorang cowok tengah memejamkan matanya sembari duduk di atas sofa.
Dia Altra. Wajahnya terlihat begitu lelah.
Perempuan itu kembali menyandarkan punggungnya, sembari menetralkan degup jantungnya yang tak beraturan. Hal yang ia takutkan rupanya sebuah mimpi.
Ini mimpi buat ke tiga kalinya. Batin Stella sembari menatap Altra yang masih terlelap.
Tangan yang sedari tadi mengusap perutnya tiba-tiba berhenti. Matanya mendapati perutnya yang terlihat datar dari biasanya.
"Anakku?!" Stella kembali menegakkan tubuhnya, ia menoleh ke kanan-kiri untuk mencari keberadaan bayinya yang ia pikir sudah lahir. "Anakku di mana?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐋𝐓𝐑𝐀𝐊𝐒𝐀 (My Absurd Husband)
Teen FictionEnd✔ R 17+ "Altra kalau kita nanti terpisah, aku bakal cari cara buat kita kembali." Sesuai seperti apa yang Stella janjikan untuk Altra, ia rela mengorbankan semuanya untuk seseorang yang sangat berarti di masa lalunya. Altra kehilangan memori inga...