Sebuah cincin yang amat cantik di dalam kotak kecil berlapis beludru biru, akhirnya kembali ditutup Genta saat gadis di hadapannya memberikan jawaban yang sama seperti seminggu sebelumnya.
"Maaf," lirih Tika sembari meremas dress yang ia kenakan. Matanya memilih untuk menatap lantai restoran yang ia pijakkan dari pada menatap wajah cowok yang ada di hadapannya.
Genta mengangguk dan kembali berdiri disertai senyum tulusnya. "Gue bakal coba lagi suatu hari nanti."
Gadis itu lantas mendongak dan menggelengkan kepalanya. "Tolong ini yang terakhir, aku nggak mau semakin nyakitin perasaan Kakak."
Genta menangkup pipi Tika dan menatap netranya begitu dalam. "Kalau hati gue maunya sama lo gimana? Kalau gue sama orang lain, berarti dia cuma pelampiasan."
"Kak ...,"
"Nggak ada salahnya gue nungguin lo, lagian sebelum lo ketemu sama Ala. Gue orang yang lebih dulu naruh perasaan itu," lanjut Genta sembari mengusap air mata gadis itu dengan ibu jarinya.
Gadis itu semakin dilanda rasa bersalah saat Genta mengutarakan semua isi hatinya.
"Tapi aku–"
"Nggak ada rasa sama gue," potong Genta tetap menyunggingkan senyumnya. "Right?"
Tika memilih menunduk. Namun cowok itu kembali mendongakkan wajahnya agar tetap menatapnya.
"Nggak masalah, karena suka atau enggak itu hak kita masing-masing. Gue nggak boleh maksain lo buat balas perasaan gue dan sebaliknya, lo nggak boleh maksain gue buat hapus perasaan itu."
Mendengar itu, membuat Tika merasakan hatinya diremat begitu kuat. Bagaimana bisa Genta yang terkenal brengsek bisa mencintai seorang gadis lugu seperti Tika. Bahkan ia rela memendam perasaan itu agar persahabatannya dengan Alatas tak hancur.
Sedangkan Tika. Meskipun dirinya dengan Alatas sudah selesai. Namun hatinya belum sepenuhnya meninggalkan Alatas. Hampir setiap malam dirinya merindukan Alatas dan memilih untuk membaca pesan-pesan mereka dulu. Bahkan Tika masih suka mendengar suara Alatas ketika sedang bernyanyi lewat voice note.
"Gue bakal simpan cincin ini sampai berpindah di jari manis lo," kata Genta sembari meraih tangan kiri gadis itu.
"Maaf Kak, menerima kamu sama aja masuk ke lubang yang sama," kata Tika sembari menarik tangannya dari genggaman Genta. "Kita juga berbeda."
🐑
5 hari kemudian.
Akhirnya pasangan serasi itu tiba di tempat liburannya. Setelah menghabiskan waktu penerbangan sekitar 11 jam, kini keduanya tiba di sebuah pulau Landaa giraavaru. Salah satu pulau yang begitu indah di Maldives.
Mereka memutuskan untuk beristirahat di sebuah resort sebelum bertemu dengan Kakek dan Nenek Altra.
"Buset, Stella bawa apa aja dah? Berat banget kopernya," keluh Altra setelah meletakkan koper berwarna lilac milik Stella. Koper perempuan itu lebih besar dari pada koper milik Altra.
"Emm ... aku bawa baju ganti, bawa perlengkapan mandi, bawa makanan ringan, piyama, baju din–ups!" Stella langsung menutup mulutnya yang hampir keceplosan.
"Din? Apa'an?" tanya Altra tak mengerti.
"Din ... din, ah aku lupa! Kamu mau fotoin aku nggak? Bagus banget tau pemandangan di luar!" seru Stella yang sebenarnya hanya untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka.
Altra yang tak menaruh curiga sedikitpun, hanya menganggukkan kepalanya sembari membuka tasnya yang berisi perlengkapan kamera karena ia tahu Stella pasti membutuhkannya untuk menambah postingan di media sosialnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐋𝐓𝐑𝐀𝐊𝐒𝐀 (My Absurd Husband)
Fiksi RemajaEnd✔ R 17+ "Altra kalau kita nanti terpisah, aku bakal cari cara buat kita kembali." Sesuai seperti apa yang Stella janjikan untuk Altra, ia rela mengorbankan semuanya untuk seseorang yang sangat berarti di masa lalunya. Altra kehilangan memori inga...