🐑 Extra Chapter: Alatas letter

748 21 5
                                    

Ini udah jamuran di draft, lupaaa teruss mau aku up😂😂

Mungkin book ini ada yang udah nggak ada di perpus kalian yaa wkwk, tapi nggak masalah.. chapter ini cuma khusus suratnya Alatas doang. Inget nggak sih waktu Arshan liat bukunya Alatas yang buat simpan duit dagangannya?😂
Nah di dalamnya itu ada catatannya si Ala. Yang penasaran bisa baca chapter ini yaa...

——————————————————————————————

Tiga tahun telah berlalu. Arinna kembali mendatangi rumah lamanya yang pernah menjadi sumber kebahagian bersama keluarga kecilnya dulu.

Semenjak kepergian Alatas, Sanjaya mengajak Arinna untuk pindah rumah agar tak terus-terusan terpuruk mengingat putra mereka.

Wanita itu telah tiba di dalam ruang tamu. Memang barang mereka sebagian masih tertata rapi di sana, karena masih ada orang kepercayaan untuk menjaga rumah penuh kenangan itu.

Arinna mendongakkan wajahnya menatap sebuah pintu kamar yang bisa dilihat dari bawah tangga. Tanpa memutuskan pandangannya, wanita itu menginjakkan anak tangga satu per satu menuju kamar tersebut.

Langkahnya semakin terasa memberat, hatinya kembali terasa sesak saat tiba di depan pintu kamar tersebut. Kenangan Alatas kembali terputar di ingatannya.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, Arinna memutar kunci kamar tersebut dan di sambut dengan udara yang begitu lembab sekaligus berdebu karena sudah jarang dijamah.

Semua barang Alatas yang ditutup sebuah kain, masih terlihat utuh dan aman dari debu.

Arinna kembali melangkahkan kakinya mendekati meja belajar putranya. Dibukanya kain penutup tersebut dan terlihat beberapa buku tertata rapi dan tas sekolah.

"Kalau disumbangin ke anak-anak panti, pasti Ala suka," gumamnya.

Wanita itu segera mengemas barang-barang Alatas untuk dimasukkan ke dalam ransel.

"Oh, apa ini?" Arinna tak sengaja menemukan buku catatan berwarna kuning di dalam tas dan mengeluarkannya.

Di sampul buku tersebut terlihat tulisan dari spidol hitam bertuliskan berjudul "Catatan Hutang".

Tanpa sadar Arinna tertawa pelan. Karena penasaran ia pun membuka buku tersebut.

Altra beli bolpen, utang 3 ribu.
Genta beli buku gambar, utang 5 ribu.
Aksa beli pensil, utang 2 ribu.
Ayang bebeb beli penggaris, nggak usah bayar.

Arinna tak dapat menahan senyumnya. Ia baru tahu jika putranya dulu mempunyai bisnis. Pantas saja Alatas tidak pernah protes jika uang bulanannya sering terlambat.

Arinna kembali membalikkan beberapa lembaran buku hingga berhenti pada halaman paling belakang. Sebuah catatan dengan bercak merah membuat wanita itu penasaran untuk membacanya.

Isi suratnya sebagai berikut.

Haloo, ini pertama kali gue curhat di sini. Biasanya gue curhat sama tembok. Ternyata lebih enak di sini ya, meskipun nggak akan ada yang tau.

Jadi gini, semalem gue mimpi kalau gue udah sembuh dari sakit. Ternyata rasanya seenak itu coy. Serius dah!

Gue bisa lari-lari tanpa takut jantung gue kumat. Gue bisa makan enak tanpa takut resiko. Gue bisa punya banyak waktu buat latihan voli.

Dan pastinya, gue nggak jadi beban pikiran Mama sama Ayah.

Tapi waktu gue bangun pagi harinya, gue sadar kalau itu tadi cuma mimpi. Malah, dada gue makin sakit banget.

Kadang gue marah sama diri sendiri, kapan gue sembuh? Gue pengen hidup normal kayak yang lain. Kenapa harus gue yang dikasih penyakit kayak gini?

Gue pengen ngabulin impian Ayah yang minta gue buat jadi dokter anak. Sukses bareng cewek gue dan teman-teman yang lain.

Pokoknya ini surat harus tetep ada dan bakal gue bakar kalau udah sembuh. Harus semangat ye, 'kan! Mereka yang beli dagangan tanpa sadar udah bantuin gue buat beli obat.

Tenang. Gue bakal bales mereka kalau udah sembuh besok.

Yaudah sih gitu doang. Cepet sembuh untuk diriku yang sangat tampan membahana dan paripurna ini.

Bye!

Arinna membekap mulutnya yang terus terisak. Bahkan kakinya terasa lemas hingga membuatnya terduduk di lantai.

Meskipun hari terus berganti, nyatanya rasa kehilangan itu belum sepenuhnya pudar.

"Ala ...."

Cukup lama wanita itu menangis hingga dadanya terasa begitu sesak. Tak lama setelahnya, sebuah pelukan hangat dari belakang yang sudah lama tak ia rasakan kini kembali menyelimutinya dalam kenyamanan.

"Jangan nangis, Ma."

-Selesai-

Ini bab cuma buat tambahan aja.
Siapa yang sudah aku cabut nyawanya, nggak akan pernah balik lagi kecuali kalau dibaca ulang wkwkwk.

Terimakasih sudah membaca dan sehat selaluu!

 𝐀𝐋𝐓𝐑𝐀𝐊𝐒𝐀 (My Absurd Husband)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang