1 minggu kemudian.
Dalam ruangan yang bernuansa putih. Mata Tika menjelajahi seisi ruangan hingga pandangannya terpaku pada seorang cowok yang tengah memejamkan matanya, dengan perban yang tertempel di perut.
Tika berjalan mendekat ke arah ranjang dengan langkah perlahan berharap cowok itu tak mendengar. Tangannya dengan hati-hati hendak menyentuh perban tersebut.
Akan tetapi pergerakan tangannya tiba-tiba ditahan oleh cowok itu, membuat Tika tersentak dan berusaha melepaskan tangannya.
"Mau ngapain lo? Mau perkosa gue ya?" tuduh cowok itu setelah membuka kedua matanya.
"Nggak! Lepasin, Kak Genta!" ujar Tika sembari berusaha menarik tangannya dari genggaman Genta.
"Lo udah di sini, berarti lo nggak bisa kemana-mana," ucap Genta disertai seringainya. Namun tiba-tiba ia memekik saat Tika mengigit tangannya begitu kuat dan membuatnya melepaskan genggamannya.
"Lagi sekarat aja banyak gaya!" cibir Tika.
Genta terkekeh dan mencubit pipi Tika dengan gemas.
"Gue nggak mimpi kan lagi dibesuk sama lo?" tanya Genta.
Gadis itu memicingkan matanya. "Siapa yang besuk Kak Genta? Aku ke sini mau cabut infusnya."
Klasik. Genta tahu gadis itu hanya malu untuk mengatakan tujuannya kemari. Sedangkan Tika tak mau jika Genta semakin besar kepala karena tahu tujuannya untuk membesuk dirinya.
"Kapan pulang? Biaya rumah sakit mahal! Betah banget tiduran di sini," ucap Tika sembari menatap seisi ruangan yang menurutnya membosankan.
Genta terkekeh, "Emang lo yang bayarin? Kalau gue udah keluar dari rumah sakit ... lo mau ngurusin gue?"
"Nggak lah! Dua minggu lagi kita ujian, Kak Genta harus sembuh," balas Tika melirik perut Genta yang membuat praktis meringis. "Sakit banget ya?"
Genta menggeleng sembari meraih tangan Tika. "Lebih sakit kalau ditolak lo."
Gadis itu mencibir dan kembali melepas tangannya dari Genta.
"Tunggu gue sembuh, nanti gue bakal lamar lo lagi."
Kalimat Genta membuat perasaan Tika mulai tak tenang. Wajah Alatas kembali terlintas di pikirannya. Niatnya kemari untuk menjenguk Genta karena Aksa yang memintanya agar dirinya bisa melupakan masalahnya sejenak. Namun ia lupa jika Genta juga masalahnya yang kedua.
"Kak," panggil Tika memberanikan dirinya untuk menatap mata Genta.
"Hm?"
"Selain cinta, apa yang aku dapatkan dari seseorang yang nggak punya satupun kepercayaan?"
🐑
"Halo ... Altra, lama sekali nggak ketemu. Kamu sehat kan?" sapa seorang wanita paruh baya bernama Bu Ambar. Beliau baru saja pulang dari belanja di warung.
Sedangkan Stella yang baru saja tiba di ambang pintu seketika merenggut kesal. Karena masalahnya, wanita itu adalah janda yang sering Altra bicarakan untuk memancing emosinya.
Sebelum menjawab pertanyaan dari Bu Ambar. Altra menoleh ke arah pintu dan mendapati Stella tengah menatap tajam ke arahnya. Bukannya takut, cowok tengil itu justru memalingkan wajahnya dan kembali menatap Bu Ambar.
"Sehat kok! Sehat banget malah," jawab Altra tersenyum manis. Membuat Stella ingin sekali mencakar-cakar wajahnya.
"Wah, kalau gitu ayo mampir ke rumah saya! Tadi saya masak lumayan banyak, hehe ... sengaja biar besok nggak masak," ucap Bu Ambar sembari menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga.
"Wah!" sahut Altra begitu sumringah. "Bo-"
"Altra udah makan banyak, Bu ... tuh liat perutnya aja udah buncit!" potong Stella sembari menepuk perut Altra.
Bu Ambar tergelak. Wanita itu memang sengaja menjahilinya. Tak lama wanita itu pun pamit untuk pulang ke rumahnya.
Melihat Bu Ambar telah menjauh, Stella kembali menatap Altra sembari tersenyum manis. "Sayang, kamu kan belum minum ... ayo minum dulu, udah aku bikinin teh loh."
Dahi Altra berkerut, ia pikir Stella akan marah-marah seperti biasa.
"Kan tadi udah minum-"
"Kamu nggak mau minum teh buatan aku lagi? Padahal aku pengen minum teh sama kamu," potong Stella menatap Altra dengan pandangan kecewa.
Jika seperti ini, Altra tak akan bisa menolak. Ia pun lantas mengangguk membuat Stella tersenyum puas.
Mampus! Aku kerjain kamu! Begitulah apa yang Stella pikirkan.
Perempuan itu pun menggandeng Altra untuk kembali masuk dalam. Tiba di dapur, ia menyodorkan secangkir teh untuk Altra sembari tersenyum manis.
"Tumben banget, ngasih teh siang-siang," celetuk Altra sembari menerima teh buatan Stella.
"Toh juga cuacanya lagi mendung, dingin lagi. Nggak ada salahnya kan?" timpal Stella.
Altra mengangguk dan berjalan menghampiri meja makan. Stella pun mengikutinya dan duduk di samping Altra.
"La, ambilin biskuit di kulkas dong!" perintah Altra.
Meskipun hatinya berdecak kesal, ia tetap mengambilkan apa yang diminta Altra.
"Ayo diminum! Keburu dingin tau," ucap Stella merasa gemas karena teh Altra masih utuh.
"Nanti, sengaja nunggu dingin," balas Altra enteng sembari meraih biskuit yang baru saja Stella ambilkan.
Mendengar itu membuat Stella merenggut kesal. Bahkan Altra yang ingin ia jahili saja masih bisa membuatnya kesal. Namun lagi-lagi Stella harus bersabar.
"Paling enak diminum pas panas-panas gitu," desak Stella.
Altra menggeleng. "Nanti aja, mau makan ini dulu."
Stella menghela napas. Baru saja menyandarkan tubuhnya, ia kembali teringat aturan yang sebelumnya ia baca. Maka, buru-buru Stella merebut biskuit yang hendak Altra makan.
"Nggak boleh makan ini kalau belum minum teh-nya!" ujar Stella.
Dahi Altra berkerut heran. Ia pikir wajar-wajar saja jika memakan biskuit ditemani segelas teh.
"Kenapa sih? Kan bisa nanti minumnya, lagian nggak bakal ada yang ngambil," ucap Altra menatap Stella penuh tanya.
"Kalo dingin nggak enak," balas Stella yang tentu saja mengasal.
Altra lantas tersenyum. "Kan bisa dibuat es teh."
Stella mengumpati Altra dalam hati. Untung saja kesabarannya tak setipis cowok itu.
"Terserah!" Stella membuang napas kesal sembari menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. "Udahlah, nggak usah diminum!"
Tak ingin membuat Stella semakin kesal. Altra pun meraih cangkir di hadapannya. Saat itu lah senyum Stella kembali.
"Mau minum berdua?" tawar Altra sembari menyodorkan cangkirnya ke arah Stella.
Perempuan itu lantas menggeleng. Jika dirinya menerima teh tersebut, maka rencananya untuk mengerjai Altra akan gagal total.
"Nih, kamu duluan yang minum!" Tanpa persetujuan dari Stella, Altra langsung mendekatnya bibir cangkir tersebut ke mulut Stella hingga tanpa disengaja perempuan itu turut meneguknya.
Mata Stella mengerjap, ia mencerna apa yang baru saja masuk ke dalam tenggorakannya.
Sialan! Gue minum campuran obat yang dibeli Altra! Stella terus mengumpat dalam hati dan merutuki kebodohannya.
Perempuan itu pun buru-buru lari menuju toilet. Meninggalkan Altra di dapur seorang diri.
Sembari menatap punggung Stella yang telah menghilang di balik dinding, Altra menyesap teh tersebut dengan pikiran bertanya-tanya.
"Aneh banget--tapi lebih aneh rasa teh yang gue minum."
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐋𝐓𝐑𝐀𝐊𝐒𝐀 (My Absurd Husband)
Novela JuvenilEnd✔ R 17+ "Altra kalau kita nanti terpisah, aku bakal cari cara buat kita kembali." Sesuai seperti apa yang Stella janjikan untuk Altra, ia rela mengorbankan semuanya untuk seseorang yang sangat berarti di masa lalunya. Altra kehilangan memori inga...