1 minggu telah berlalu.
Lusiana membuka pintu kamar bernuansa putih yang terlihat begitu bersih. Semua barang tertata rapi dan sangat nyaman untuk ditempati. Hanya saja kamar itu sudah tak berpenghuni semenjak putranya menikah.
Bayangan Altra yang terngiang seakan menyambutnya ketika Lusiana telah menapakkan kaki di lantai kamar putranya. Mata sembab itu jatuh pada sebuah lemari pakaian yang membuat Lusiana berjalan mendekat untuk membukanya. Terlihat sebagian baju Altra masih tersimpan begitu rapi. Satu hal yang menarik perhatiannya adalah sebuah loker yang berada di bawah lemari.
Air mata Lusiana kembali luruh setelah menarik loker itu dan mendapati beberapa potong pakaian bayi. Diambilnya salah satu baju yang pernah Altra kenakan ketika berumur 2 bulan dan memeluknya begitu erat.
"Altra, mama kangen," lirih Lusiana. Isakan kecil kembali terdengar dari mulutnya. Bahkan matanya yang masih sembab kembali meluruhkan buliran bening ketika mengingat celotehan lucu putranya dulu.
"Ayo pelan-pelan, coba panggil mama!"
"Ama ...,"
"Dikit lagi, mama." Lusiana dengan sabar mengajari putranya berbicara saat berumur 8 bulan.
"Ma ... ma!"
Wanita itu tertawa dan mengecup pipi putranya berulang kali. "Sekali lagi, mama."
"Mama. Mama ... Mama ... Mama!"
Mendengar itu membuat Lusiana merasa dihujani kebahagiaan ketika Altra memanggilnya dengan sebutan "Mama" untuk pertama kali. Dipeluk dan dicium putra kesayangannya itu sembari menghujani kalimat pujian. "Anak mama pinter banget! Sehat-sehat terus ya, Sayang! Jadi anak yang baik seperti ayah."
Lusiana semakin terisak hingga baju kecil itu basah karena air matanya.
"Kamu nggak sayang sama mama lagi, Nak?"
"Mama, jangan gitu." Suara Ayyara dari belakang membuat Lusiana menoleh ke arah pintu.
Gadis itu berjalan menghampiri ibunya dan memeluknya untuk memberikan rasa tenang. "Altra sayang banget sama Mama. Dia selalu di hati kita semua."
Ayyara mengusap air mata Lusiana dan mengecup pipinya sejenak. "Masih ada Ayyara dan Stella di sini, kita lalui sama-sama ya? Altra udah bahagia di sana karena Tuhan sayang sekali sama dia."
Lusiana tersenyum dan memeluk putrinya penuh sayang. Kini dirinya hanya mempunyai Ayyara dan Stella yang akan selalu menemaninya. Perpisahannya dengan Vano memang menyakitkan, tapi berpisah dengan putra satu-satunya berhasil membuatnya kehilangan separuh jiwa.
"Ayyara, apa Stella masih mengurung diri di kamar?" tanya Lusiana. "Mama nggak tega liat dia tiap hari nangis sampai lupa makan."
Gadis itu menggeleng. "Dia tadi pamit mau keluar sebentar--" Melihat raut wajah Lusiana yang mendadak khawatir membuat Ayyara lantas mengusap bahunya. "Tenang Ma, tadi dia dianterin sama sopir kita buat jagain dia."
Lusiana menganggukkan kepalanya. Mungkin ada baiknya Stella mencari suasana di luar untuk mengurangi kesedihannya.
🐑
Sedangkan di tempat lain, tepatnya di toilet rumah sakit. Stella merosotkan tubuhnya di dinding dengan tangannya yang menggenggam sebuah test pack yang diberikan oleh dokter beberapa saat lalu.
Isakannya teredam oleh air keran yang ia nyalakan agar orang yang melewati pintu toilet tersebut tak mendengar suaranya.
Ditatapnya sekali lagi benda pipih tersebut dengan hati yang teramat sesak. Kenangannya bersama Altra kembali terputar di ingatannya.
"Altra ... dia datang," lirih Stella sembari meraba garis dua yang tertera pada benda tersebut. "Aku harus apa kalau dia mulai nyariin Ayahnya?"
Stella semakin terisak dan kembali menyembunyikan wajahnya di lengan tangan. Ia masih belum percaya oleh kedatangan calon tamu kecil yang akan menjadi bagian dari hidupnya, mengisi harinya yang akan dilalui tanpa Altra.
End.
Rabu, 08 November 2023
Cerita ini resmi selesai ditulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐋𝐓𝐑𝐀𝐊𝐒𝐀 (My Absurd Husband)
Ficção AdolescenteEnd✔ R 17+ "Altra kalau kita nanti terpisah, aku bakal cari cara buat kita kembali." Sesuai seperti apa yang Stella janjikan untuk Altra, ia rela mengorbankan semuanya untuk seseorang yang sangat berarti di masa lalunya. Altra kehilangan memori inga...