"Kenyataannya, jauh denganmu justru membuatku semakin terluka."
🦋🦋
"Satu suapan lagi, biar perut kamu ke isi."
Sanjaya terus membujuk putranya yang selalu menolak suapan nasi darinya. Hatinya begitu nyeri saat tubuh Alatas semakin hari semakin melemah.
"Kalau kamu nggak mau makan, nanti nggak ganteng lagi kayak ayah, gimana?" Sanjaya kembali membujuknya.
Akan tetapi lagi-lagi Alatas menggeleng, "Nggak mau, Ayah ... Ala masih kenyang."
"Kenyang makan angin maksud kamu?" timpal Sanjaya.
"Ala mau pulang aja, Ayah," lirih Alatas dengan menundukkan kepalanya. "Ala capek tiduran terus."
Bahu Sanjaya terlihat menurun. Ia tahu apa yang dirasakan putranya saat ini. Menghabiskan beberapa bulan untuk tinggal di rumah sakit, terselip rasa khawatir tentang mental putranya yang setiap hari merasa dikurung.
"Kamu harus sembuh dulu, baru boleh pulang. Kamu mau sekolah lagi kan?" tanya Sanjaya sembari mengusap surai rambut Alatas.
Cowok itu membalasnya dengan menganggukkan kepalanya.
"Maka dari itu, Ala ... yang gantengnya kayak ayah, pintarnya kayak Mama, harus rajin minum obat terus nggak boleh mogok makan, oke?" Sanjaya pantang menyerah untuk membujuk putranya. Ia kembali meraih mangkuk sup dan menyuapkannya untuk Alatas.
Tok ... tok ... tok ....
Terdengar pintu diketuk dari luar, membuat Sanjaya kembali meletakkan mangkuknya di atas nakas.
"Ayah buka pintu dulu ya, mungkin itu Mama kamu," ucap Sanjaya lalu berjalan menghampiri pintu.
Alatas menunduk, ia masih berkhayal jika Tika yang datang menemuinya.
"Om Sanjaya, Kak Ala udah sehat?"
Suara yang tak asing di pendengaran Alatas, membuatnya kembali menatap ke arah pintu. Saat itu lah kedua matanya berbinar. Orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang menemuinya.
"Ayo silahkan masuk," sambut Sanjaya begitu hangat. "Ala, lihat siapa yang datang!"
"Ayah ... suruh dia masuk, Ayah!" sahut Alatas begitu semangat.
Akhirnya gadis berambut sebahu itu menyembul dari balik pintu, menatapnya dengan wajah ceria seperti yang Alatas lihat saat mereka masih bersama.
"Hai Kak Ala!"
"Gue nggak ngimpi kan? Lo beneran ke sini!" ujar Alatas sembari meraih kedua tangan Tika.
"Iya, aku ke sini bawa banyak buah buat Kak Ala! Pokoknya Kak Ala harus sembuh, biar bisa sekolah lagi! Nanti aku juga bisa bikin bekal buat Kak Ala!"
Alatas terkekeh dan mengusap matanya yang berkaca-kaca. Suara cerewet itu sangat Alatas rindukan.
"Iya, gue bakal sembuh! Lo bawain bekal yang banyak, oke?" sahut Alatas dan mengusap pipi Tika.
"Ah, rupanya kebedaraan ayah jadi nyamuk! Ya sudah, ayah keluar dulu ya, jangan pada berantem!" celetuk Sanjaya.
Gadis itu mengacungkan kedua jempolnya sebelum pria itu beranjak pergi dan menutup pintu ruangan.
Kini hanya menyisakan mereka berdua. Alatas segera menarik tangan Tika dan memeluknya begitu erat.
"Lo nggak kangen gue?! Kenapa lo baru dateng?!" ujar Alatas mulai terisak.
Sedangkan gadis itu tergelak dan membalas pelukan Alatas. "Sengaja, biar Kak Ala makin kangen."
"Kangen banget!"
Tika kembali tergelak dan menguraikan pelukannya berganti menangkup pipi Alatas.
"Cie ... yang kangen sama mantan!"
Kedua alis Alatas lantas naik ke atas, "Nggak boleh?"
"Boleh banget!"
Alatas terkekeh dan menuntun Tika untuk duduk di ranjangnya. Mata gadis itu tak sengaja mendapati semangkuk sup yang masih utuh di atas nakas.
"Kak Ala, makanannya kok nggak dihabisin? Mau aku suapin?"
Dengan senang hati cowok itu mengangguk. Ia yakin perutnya tak akan menolak jika Tika yang menyuapinya.
Gadis itu pun meraih mangkuk tersebut dan meminta Alatas untuk duduk bersandar.
"Kalau Kak Ala nggak mau makan, kapan sembuhnya? Dikit-dikit aja ya?" Tika menyodorkan sendok berisi sedikit nasi dan sayur di depan mulut Alatas.
Cowok itu selalu membuka mulutnya saat suapan dari Tika datang. Hingga tak terasa mangkuk yang tadinya penuh kini hanya tersisa sedikit.
"Selesai! Sekarang Kak Ala udah minum obat belum?" tanya Tika setelah meletakkan mangkuk di atas nakas.
Alatas menjawabnya dengan gelengan kepala.
"Kalau gitu, nggak ada penolakan buat minum obat, oke?" kata Tika sembari meraih obat dan sebotol air di atas nakas.
Gadis itu dengan telaten memberikan Alatas obat sesuai petunjuk dari dokter. Setelah semuanya beres ia menuntun Alatas untuk berbaring dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Mau temenin gue tidur?" tanya Alatas sembari mengusap pipi Tika. Tatapannya seakan tak rela jika gadis itu kembali pulang.
Tak banyak berpikir, Tika pun mengangguk dan membaringkan tubuhnya di samping Alatas, karena ranjang yang di tempatinya cukup lebar.
Keduanya saling berpelukan, tak jarang Alatas mengecup puncak kepala gadis itu berkali-kali.
"Tika sayang Kak Ala!"
Alatas terkekeh. Ia juga merasakan hal yang serupa. Rupanya perasaan itu tak sepenuhnya hilang, justru semakin bertambah.
"Kak Ala, bisa nggak kalau sakitnya dibagi sama aku? Kasian kalau sakitnya buat Kak Ala semua," ucap Tika terdengar parau.
"Enggak, nggak boleh ada yang sakit. Karena sebentar lagi gue bakal sembuh," balas Alatas dan kembali mengecup puncak kepala gadis itu.
"Beneran ya? Harus sembuh! Janji?" Tika menyodorkan jari kelingkingnya di hadapan Alatas.
"Janji!" Alatas menautkan jari kelingking mereka dan mengecup sekilas bibir ranum tersebut.
Pipi Tika terasa memanas, ia pun membenamkan kepalanya di ceruk leher Alatas hingga tak menyadari bahwa saat itu darah dari sudut bibir Alatas kembali keluar diiringi dadanya yang terasa begitu sesak dan sakit.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐋𝐓𝐑𝐀𝐊𝐒𝐀 (My Absurd Husband)
Novela JuvenilEnd✔ R 17+ "Altra kalau kita nanti terpisah, aku bakal cari cara buat kita kembali." Sesuai seperti apa yang Stella janjikan untuk Altra, ia rela mengorbankan semuanya untuk seseorang yang sangat berarti di masa lalunya. Altra kehilangan memori inga...