3
[Elizabeth Almora]***
Elisa bangun dengan peluh yang nampak menghiasi wajahnya.
"Nona. Apa anda baik-baik saja?" Seorang wanita yang berada pada pertengahan angka 50-an menatapnya dengan raut khawatir.
"A-aku baik-baik saja." Suara Elisa tercekat pelan, ia berusaha mati-matian mengeluarkan jawaban dari mulutnya agar wanita didepannya bisa sedikit menetralkan ekspresi khawatirnya yang entah mengapa membuat sedikit perasaan Elisa gelisah. Mengingat suatu fakta bahwa selama ini tidak pernah ada satupun orang yang mengkhawatirkan dirinya.
Hanya dengan diberi tatapan khawatir saja, Elisa sudah merasa tidak nyaman. Wajar, seumur hidupnya ia hampir tidak pernah merasa dikhawatirkan oleh orang lain. Elisa tidak bisa mengingat kapan orang lain menanyakan tentang kabar dan perasaannya. Selama ini, yang Elisa terima hanya sikap acuh dari orang-orang disekitarnya.
"Perkenalkan, saya bibi Mey. Mulai hari ini saya akan menjadi pelayan pribadi anda." Ucapan wanita didepannya ini sanggup membuat Elisa mengeluarkan ekspresi penuh tanda tanya di wajahnya.
"Pelayan pribadi? Apa aku masih bermimpi?" Ucapnya bingung.
Mendengar hal tersebut, membuat wanita yang bernama bibi Mey ini kembali berucap, "saya ditugaskan oleh tuan untuk menjaga anda mulai hari ini, Nona."
"Tuan? Siapa?" Ucap Elisa masih dengan ekspresi penuh tanda tanya yang tak bisa ia tutup-tutupi.
"Tuan Almerzio William, nona." Elisa terkesiap pelan. Ia masih jelas mengingat siapa yang sedang dibicarakan oleh wanita ini. Nama yang keluar dari mulut bibi Mey ini lantas membuat Elisa langsung kembali memikirkan tentang sosok yang berada dalam mimpinya kemarin.
Almerzio William. Lelaki yang senantiasa menggenggam erat tangannya seakan Elisa adalah seseorang yang sangat berharga baginya. "Apa aku masih bermimpi?"
"Anda mungkin merasa masih pusing sekarang, nona. Itu wajar. Dokter mengatakan ingatan anda sedikit terganggu akibat benturan yang anda alami saat kecelakaan beberapa waktu lalu nona."
Mimpi apa lagi ini, pikir Elisa dalam hati.
Elisa tak ada tenaga untuk menyahuti perkataan wanita itu. Ia hanya bisa menyandarkan kepala pada ranjang dengan posisi terduduk. Pusing seketika kembali ia rasakan.
"Sepertinya anda masih membutuhkan istirahat, nona. Baiklah kalau begitu, saya undur diri dulu." Elisa nampak masih tidak mengeluarkan sepatah katapun mendengar ucapan bibi Mey. Ia terlalu pusing memikirkan mimpi yang saat ini sedang ia rasakan.
"Saya permisi, nona Elizabeth Almora."
Tunggu dulu.
Nama itu lagi.
Elisa tak lagi peduli ia sedang berada didalam mimpi atau tidak. Yang ia pedulikan sekarang hanyalah rasa penasaran yang teramat dalam tentang nama Elizabeth Almora. Tanpa berpikir panjang, ia meraih tangan bibi Mey seraya bertanya, "siapa itu Elizabeth Almora?"
Kedua bola mata bibi Mey nampak terbuka lebar, menatap Elisa dengan ekspresi penuh keterkejutan yang tak bisa lagi ia tutup-tutupi. "Anda adalah nona Elizabeth Almora."
Mendengar itu semua, Elisa nampak semakin mengeratkan pegangannya pada tangan bibi Mey. Jantungnya berdetak kencang melebihi ritme yang ada. Bahkan ia mengubah posisinya menjadi duduk sambil mengarahkan seluruh atensinya pada sosok dihadapannya ini.
"Apa maksud anda?"
"Nona... Anda adalah Elizabeth Almora. Direktur Almora Company. Beberapa hari lalu, anda sekeluarga mengalami kecelakaan dengan sebuah truck yang tak dapat terelakkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Obsession (Tamat)
RomanceJika orang lain menganggap obsesi adalah hal negatif, maka jauh berbeda untuk Almer. Ia terobsesi dengan Elisa. Dan melalui cerita ini, akan ia tunjukkan sebuah obsesi baru yang penuh cinta dan ketulusan. _____ Elisa Jasmine selalu berharap bahwa ke...