27
[I Love You]***
Bandar Udara Internasional Ottawa Macdonald-Cartier, Ottawa, Kanada, Amerika Utara
Seorang lelaki memakai kemeja putih yang terlihat acak-acakan serta celana kain hitam keluar dari bandara. Langkah kakinya terlihat ragu untuk melangkah. Ia beberapa kali tertangkap basah berhenti pada masing-masing tempat. Merogoh saku dan mengeluarkan dompet hitam berharga yang ia cengkram dengan begitu kuat.
"Sial. Aku tak menyangka akan jadi begitu miskin sekarang. Uang ini tak cukup untukku bertahan hidup di negara ini. Kemana aku harus tinggal? Si bodoh itu benar-benar merepotkan!"
Henry menggerutu sembari mengusap rambut kasar. Kini ia menyesali perbuatan impulsifnya yang terbang begitu saja ke Kanada tanpa persiapan lebih lanjut. Ia tak membawa banyak pakaian. Hanya beberapa kaos dan kemeja juga celana yang ada pada tas punggungnya itu. Tampilannya begitu lusuh. Dan yang paling penting. Ia sudah tak punya banyak uang. Kekayaannya benar-benar dirampas habis oleh Almer dalam sekali kejap.
"Aku harus jalan kaki. Jika memakai taksi, mungkin saja aku sudah tidak punya uang untuk makan beberapa hari kedepan." Dengan gontai ia melangkahkan kakinya menapaki jalanan kota Ottawa. Berharap menemukan sang kakak yang akan langsung ia seret dan terbang kembali ke New York.
Henry tidak akan bertindak impulsif lagi untuk kedua kalinya. Ia butuh rencana yang matang untuk menyingkirkan Almer. Ia tidak bisa bertindak gegabah memerintahkan kakak bodohnya itu untuk menghajar Almer dan berakhir masuk penjara.
Dendamnya begitu besar pada sosok lelaki itu. Ia tidak hanya ingin melenyapkan Almer. Tapi ia juga ingin merebut kembali perusahaan miliknya dan merampas harta lelaki itu.
Henry menyeringai dengan peluh yang membasahi wajahnya. Mengabaikan rasa pegal yang menjalari tubuhnya, ia bertekad untuk menghancurkan Almer dan tentu saja, merebut kembali perasaan Elizabeth.
Seperti yang Selia katakan, Henry bisa memanfaatkan perasaan wanita itu untuk merebut perusahaan Almora agar menjadi miliknya. Ia bahkan begitu bodoh tidak menyadari fakta itu dulu. Kini tidak lagi.
Menjadi miskin menyebabkan otak lelaki itu sedikit cerdas dari sebelumnya. Ah, bukan cerdas. Namun licik. Penggambaran yang cocok untuk menjelaskan arti seringai tajam yang ia tunjukkan saat ini.
_____Hari mulai gelap, kala Elisa dan Almer tiba di mansion. Puluhan pelayan berbaris menyambut kedatangan tuan dan nona mudanya itu. Mereka tersenyum melihat kedekatan yang Elisa dan Almer tunjukkan. Saling berpegangan tangan dengan Elisa yang menyandarkan kepala pada lengan kekar Almer.
Tibalah keduanya tepat dihadapan pintu kamar Elisa. Dengan berat hati, wanita itu mengurai pelukannya dan menatap Almer dengan ekspresi sedih.
"Kau akan pergi lagi?"
"Pergi kemana?"
"Kupikir kau akan mengunci diri di ruang kerja. Entah apa yang kau lakukan didalam sana semalaman."
Almer seketika tercenung.
Elisa tahu ternyata. Kalau selama aku menghindarinya, aku mengunci diri di raung kerja sambil menatap dirinya yang tengah tertidur melalui kamera CCTV. Tapi untunglah, Elisa tidak mengetahui hal itu.
"Tentu saja aku bekerja. Menjadi CEO perusahaan besar sekaligus pemilik beberapa Mall di dunia membuat pekerjaanku menumpuk, sayang."
Almer tertawa lebar kala melihat Elisa membalas dengan dengusan sebal.
"Temani aku malam ini."
Almer seketika menghentikan tawanya. Menatap Elisa dengan mata terbuka lebar. Seakan-akan ucapan wanita itu mengandung dihir mematikan yang mampu membuat lawannya membeku seketika.
![](https://img.wattpad.com/cover/354752656-288-k700715.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Obsession (Tamat)
Roman d'amourJika orang lain menganggap obsesi adalah hal negatif, maka jauh berbeda untuk Almer. Ia terobsesi dengan Elisa. Dan melalui cerita ini, akan ia tunjukkan sebuah obsesi baru yang penuh cinta dan ketulusan. _____ Elisa Jasmine selalu berharap bahwa ke...