48 [The Truth]

941 43 8
                                    

48
[The Truth]

***

Sebelum lanjut, jangan lupa follow aku dulu.

***

Empat orang manusia berkumpul di sebuah ruangan tertutup dengan pandangan mata tajam yang saling menghunus kuat. Lebih tepatnya, Almer dan Ethan yang saling menatap seakan tengah menebarkan kebencian dari tiap tatapannya itu. Sementara Elisa menunduk dalam dengan Sheila yang menatapnya sendu.

"Sebelum kau mengatakan niatmu mengepulkan kami seperti ini, aku sudah tahu apa saja yang hendak kau katakan sekarang, son." Ethan bersuara membela kesunyian.

"Aku tahu kau menyusupkan orang kepercayaanmu untuk mengintai gerak-gerikku dan Elisa. Mengapa kau melakukannya, Dad?" Sergah Almer.

"Tentu saja untuk menjaga hal yang tak diinginkan terjadi. Seperti misal kau menyentuh Elizabeth tanpa seizinnya."

"Daddy kau keterlaluan! Aku tak mungkin melakukan itu pada Elisa!" Teriak Almer.

"Sudah kukatakan. Aku hanya menjaga hal yang tak diinginkan terjadi. Dan memang terbukti. Kau pria gentle yang selalu menjaga ucapanmu." Ucap Ethan dengan santai. Mengabaikan kemarahan Almer yang terlihat meluap-luap.

"Sekali lagi kau meremehkanku, aku tidak akan tinggal diam." Almer bersuara penuh permusuhan. Seakan tengah berbicara dengan musuh, bukan dengan orang yang menjadi salah satu alasannya hidup di dunia.

"Cukup. Kita disini bukan untuk saling bertengkar seperti anak kecil. Kemana sikap dewasa kalian? Mommy sungguh kecewa dengan semua ini." Ucap Sheila menengahi.

"Aku sendiri juga kecewa dengan masa lalu yang Mommy tutupi dariku!" Bentak Almer kehilangan kendali.

"Hei, son. Jaga nada bicaramu pada istriku!" Ethan berdiri seraya menuding Almer dihadapannya.

Elisa mendekati Almer. Mencoba menenangkan lelaki itu yang tengah dilingkupi amarah. Mengelus punggung Almer yang tengah naik turun menahan emosi. Ia sendiri tengah bertanya-tanya dalam hati. Apa yang sebenarnya terjadi antara Almer dengan kedua orang tuanya? Bukankah Almer mengumpulkan mereka disini untuk membicarakan perihal pernikahan?

"Daddy dan Mommy sungguh telah mengecewakanku. Masa lalu yang kalian tutup-tutupi itu telah kuketahui!" Desis Almer. Ia lantas mengambil tangan kecil Elisa. Menggenggamnya seakan mencari perlindungan dari amarahnya yang meledak-ledak.

Ethan dan Sheila nampak tenang. Tak termakan oleh pancingan Almer perihal masa lalu keduanya. Nampaknya menjadi agen rahasia negara memang berimbas pada kemampuannya dalam mengendalikan emosi. Sebab ekspresi Ethan dan Sheila begitu datar. Tak terlihat setitik emosipun yang meluap-luap.

"Kalau kau sudah tahu, kau tentu mengerti mengapa Daddy melakukan hal itu dimasa lalu, 'kan?" Ethan berucap seraya membawa Sheila dalam pelukannya. Mengabaikan tatapan tajam Almer, serta raut penuh tanya Elisa.

"Aku tak akan pernah melakukan hal sehina itu." Sergap Almer.

"Kami saling mencintai, Almer. Itulah alasan aku berani melakukan itu."

Almer terkekeh, "kau licik dan menyedihkan, Dad. Mengambil apa yang bukan milikmu, jelas tindakan bajingan yang menjijikkan!"

Cukup sudah. Wajah tenang Ethan perlahan berubah penuh amarah. Perkataan Almer jelas mengusik harga dirinya.

"Kau sadar apa yang kau katakan, son? Aku menganggap kau mabuk sekarang. Jadi ya, akan kulupakan ucapanmu tadi." Ucap Ethan dalam.

"Aku sadar dengan apa yang kuucapkan. Kau bajingan menjijikkan." Elisa tanpa sadar menahan napas dan menatap Almer terkejut. Begitu pula dengan Sheila.

The Perfect Obsession (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang