24 [I Lost My Virginity]

3.4K 118 6
                                    

24
[I Lost My Virginity]

***

Almer menatap Elisa penuh arti.

Ia tahu, cepat atau lambat Elisa akan menuntut penjelasan darinya.

Tapi kalau bisa memilih, seumur hidup Almer lebih suka menutupi alur kisah masa lalunya itu.

Bukan tanpa alasan. Almer melakukannya karena semua yang terjadi akibat insiden penculikan itu begitu dramatis dan traumatis baginya.

Perlu tenaga ekstra untuk mengingat bahkan menceritakannya kembali.

Terutama, Almer mencemaskan keadaan Elisa. Ia tak ingin wanita itu kembali mengalami trauma besar. Sudah cukup rasa sakit yang keduanya terima di masa lalu.

Baginya, hubungannya dengan Elisa yang sekarang sudah lebih dari cukup. Elisa ada untuknya dan berjanji menghilangkan Henry dari perasaannya. Almer sudah begitu bersyukur akan hal itu.

Maka dari itu, Almer menjawab dengan pongah.

"Bukan urusanmu."

Melihat sikap Almer yang tiba-tiba dingin, Elisa kembali menanyakan puluhan pertanyaan lain.

"Aku tahu kau terkena tembakan dari penculik itu"
"Aku juga ingat, kau jatuh tak sadarkan diri dengan darah yang membasahi tubuhmu."
"Apa yang terjadi setelah itu?"
"Apa kau baik-baik saja?"
"Bagaimana lukamu?"
"Apa berhasil disembuhkan?"
"Bagaimana kita berdua bisa pergi dari tempat penculikan itu?"
"Almer, katakan sesuatu."

Rentetan pertanyaan terus menerus keluar dari mulut Elisa. Tapi tak ada satupun yang berhasil Almer jawab. Lelaki itu malah berdiri. Sengaja menjauhi Elisa yang sedang berusaha mengorek informasi lebih lanjut mengenai masa lalu kelam keduanya.

"Almer."

Elisa berdiri disamping Almer. Keduanya sama-sama menghadap kaca yang menampilkan indahnya pemandangan kota.

"Aku tak mau menceritakannya padamu, Elisa."

"Aku berhak mengetahuinya, Almer. Lagi pula, bukannya sekarang kita sudah berdamai dengan masa lalu? Jadi itu artinya, seberapa burukpun kenangan itu, sudah tidak bisa menyakiti kita lagi. Benar begitu, 'kan?"

Melihat Almer yang masih terdiam, Elisa kembali berkata.

"Saat ini kita berada pada masa, dimana kita berhasil melewati semua takdir buruk yang Tuhan berikan. Orang bilang kalau Tuhan masih berbaik hati memberikan sebuah kesulitan, itu artinya hal baik sudah menunggu kita jauh didepan mata. Tuhan sudah menyiapkan hadiah, karena kita berhasil melewati takdir buruk berupa cobaan yang ia berikan."
"Tapi Almer-"

Elisa menatap sosok lelaki disampingnya yang saat ini terlihat begitu terpuruk. Punggung kekar yang biasa terlihat berdiri dengan tegak, sekarang justru luruh bagai tengah membawa sebuah beban besar tak kasat mata.

"Yang harus kita lakukan sebagai manusia hanyalah melewati tiap takdir buruk atau cobaan yang Tuhan berikan."

Elisa menelan ludah dengan susah payah. Melihat Almer yang sangat sulit meluruhkan egonya yang setinggi gunung Himalaya itu.

"Sekarang, kau dan aku, kita telah berhasil melewati takdir buruk itu. Sebentar lagi, kita akan bisa meraih hadiah yang Tuhan janjikan untuk tiap manusia yang berhasil melewati cobaan itu dengan baik."
"Jadi, Almer-"

Sekuat tenaga, ia mengubah pandangan Almer agar bersedia menatapnya.

"Kita hanya tinggal selangkah lagi menggapai hadiah itu. Kebahagiaan sempurna yang begitu kita impi-impikan."
"Apa kau ingin meraih kebahagiaan itu bersamaku, Almer?"

The Perfect Obsession (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang