44
[Elisa the Impulsive One]***
Seorang wanita berdiri menatap lelaki dihadapannya dengan pandangan sendu. Sejumlah peralatan medis menancap di tubuh kekar itu. Alat penunjang kehidupan yang menjadi alasan mengapa sosok itu masih terus bernapas, membuat sudut kecil hati sang wanita bersedih.
"Aku benci mengatakan ini, tapi..." Wanita itu melangkah mendekat. Berdiri tepat disamping ranjang pesakitan, tempat dimana tubuh lelaki itu tertidur tak sadarkan diri.
"Nyatanya aku bahagia melihatmu dalam keadaan mengenaskan seperti ini, Erland." Wajah yang semula menampilkan ekspresi penuh kesedihan, kini berganti dengan wajah yang memancarkan rona kebahagiaan. Kekehan keras lolos dari mulut wanita itu. Ia menelusuri bagian tubuh Erland dengan tangannya. Menekan sejumlah luka yang ada dengan jari telunjuknya. Tersenyum kala menyadari bahwa tubuh itu sama sekali tak bereaksi terhadap sentuhannya.
"Kau sekarat, ya?"
Wanita itu, Namira, berdiri dengan senyuman lebar menatap tubuh Erland yang terlihat mengenaskan diatas ranjang rumah sakit.
"Kenapa tuan Almer tak sekalian membunuhmu saja? Akan jauh lebih menyenangkan jika sekarang yang kutemui adalah mayatmu, bajingan!"
Namira mengelus rambut Erland. Terus menuruni wajah tampan itu. Hingga sampai pada alat penunjang pernapasannya yang melekat di atas hidung dan mulut lelaki itu.
"Apa kau akan mati jika alat ini kulepas?" Ia terlihat menimang keinginannya untuk mencabut alat itu dari tubuh Erland dan membiarkan lelaki itu mati kehabisan napas.
"Ah, untuk sekelas psikopat gila sepertimu... akan terlalu mengecewakan, jika harus mati hanya dengan kehabisan napas seperti ini. Setidaknya kau harus bertarung dulu denganku, baru kau kubiarkan mati mengenaskan menjemput ajal, Erland!"
Namira mengepalkan kedua tangannya erat. Menahan gejolak amarah yang hendak meletup-letup.
"Setelah mendengar cerita dari Jeff tentang kisah cinta tuan Almer dan Elizabeth sialan itu, aku semakin ingin merebut tuan Almer dari sisinya. Apa kau mendukung keinginanku itu, Erland?"
Seakan orang yang telah kehilangan kewarasan, Namira terus saja berceloteh panjang lebar dihadapan Erland. Walau tak sekalipun ucapannya mendapat tanggapan dari orang yang sedang berada ditahapan kritis antara hidup dan mati itu.
"Kau tahu? Aku memang membiarkan Elizabeth sendirian berhadapan dengan Madeline, tanpa ada niat dariku untuk membantu wanita itu menyelamatkan diri. Aku ingin Elizabeth mati, tapi tanpa mengotori tanganku sama sekali. Lalu selanjutnya, aku akan menggoda tuan Almer agar ia tergila-gila padaku. Bagaimana menurutmu, apa ideku bagus?"
Namira terduduk tepat disamping ranjang Erland berada. Menyentuh tubuh penuh luka itu seakan merayakan betapa menyedihkannya kondisi lelaki itu saat ini.
"Tentang perasaanku padamu... Tentu saja aku berbohong. Lagi pula aku masih cukup waras untuk tidak mencintai monster sepertimu. Kau miskin. Beda dengan tuan Almer tercintaku itu."
Namira terus menggerayangi tubuh Erland. Ia jelas sadar dengan apa yang telah ia lakukan itu. Bentuk pelecehan pada sosok Erland yang saat ini sama sekali telah kehilangan kesadaran.
Detik selanjutnya, giliran paha bagian dalam Erland yang disentuh oleh Namira. Ia tersenyum semakin lebar, saat merasakan tubuh kekar Erland yang hanya diam saja mendapat sentuhan darinya.
"Jika kau bertanya mengapa aku berbohong saat mengatakan aku mencintaimu... Aku hanya ingin menarik perhatian Jeff agar ia mengasihaniku. Dekat dengan ajudan kepercayaan Almer, tentu akan membawaku semakin dengan tuannya, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Obsession (Tamat)
RomanceJika orang lain menganggap obsesi adalah hal negatif, maka jauh berbeda untuk Almer. Ia terobsesi dengan Elisa. Dan melalui cerita ini, akan ia tunjukkan sebuah obsesi baru yang penuh cinta dan ketulusan. _____ Elisa Jasmine selalu berharap bahwa ke...