48 (menyiksa musuh)

1.2K 122 6
                                    

Kicauan suara burung hantu tidak membuat takut seorang remaja berusia dua belas tahun. Dia sedang berada di sebuah hutan bersama sang ayah.

Alasan dia berada disini adalah untuk menyiksa seseorang lagi. Kali ini dia bertindak sebagai seorang eksekutor tunggal. Di belakang Argo sang ayah mengawasi keadaan sekitar.

Mereka berdua tidak ada orang lain disebabkan ini misi pembunuhan dalam bayangan. Kenapa Stevan membiarkan Argo terlibat yah karena Argo meminta sendiri.

Lagipula Argo pernah membunuh jadi dia lebih siap dibandingkan kedua adiknya. Stevan berpikir juga bahwa kedua putranya yang lain lebih baik tidak terlibat lebih jauh.

Di kesunyian malam berbagai suara hewan nokturnal mengiringi setiap langkah kaki Argo menelusuri hutan. Remaja yang belum genap berusia lima belas tahun itu tidak takut malam hari bahkan seorang harimau sekalipun.

"Kau tidak takut?" tanya Stevan.

"Aku pernah menghadapi situasi seperti kematian tentang semua kegelapan ini tidak masalah bagiku," jawab Argo.

Stevan merangkul pundak sang anak. "Lebih baik kita saling mengawasi satu sama lain. Musuh kita lebih dari sepuluh orang," ujar Stevan.

Sang anak mengerti maksud ayahnya. Ketika ada suara kecil dengan waspada Argo menyiapkan pistol. Tak lama beberapa orang tertawa melihat kedua orang dihadapannya.

"Heh seorang anak kecil dan pria saja," remeh salah satu dari mereka.

Argo menodongkan pistol itu kearah pria yang meledek dia. "Anak kecil ini bernama Ar. Kau akan mati di tanganku," ujar Argo.

"Kita buktikan saja," ujar sang pria.

Stevan mundur membiarkan Argo menyelesaikan pertarungan. Dia menemani Argo saja mengenai hasil akhir diserahkan kepada sang anak.

Beberapa kali tembakan dilepaskan oleh remaja tersebut. Di belakang Stevan meringai melihat setiap gerakan gesit Argo menghindari setiap pukulan atau tendangan dari musuh.

Adu pukulan dan tendangan terjadi hingga akhirnya puluhan orang tersebut kalah oleh Argo. Dia duduk di punggung salah satu dari mereka di satu sisi Stevan bangga akan kinerja sang anak.

Stevan menepuk kepala Argo beberapa kali. "Mereka mati lebih baik kita pulang," ujar Stevan.

"Ok," sahut Argo.

Mereka berdua pergi dari sana membiarkan puluhan orang yang bersimbah darah mati secara perlahan. Setelah sekian lama berjalan akhirnya tiba di ujung hutan.

Argo yang lelah duduk di trotoar jalan. Dia menatap sang ayah meminta bantuan. Mengerti kode sang anak Stevan dengan sigap menggendong tubuh Argo di depan.

Pasangan ayah dan anak itu mendapatkan perhatian dari Edward. Pria seumuran Stevan itu mengerti bahwa sekejam apapun Stevan dia tetap saja seorang ayah.

Di dalam mobil Argo langsung tertidur ketika merasakan perasaan nyaman akibat perbuatan Stevan terhadap dirinya. Edward melirik kearah kursi belakang sejenak.

"Anak lu memang psikopat namun kadangkala stamina dia perlu diasah kembali," ujar Edward.

"Putraku berusia dua belas tahun wajar dia kelelahan melawan puluhan orang dewasa sendirian," jawab Stevan.

"Lu tidak berniat mengajak Rimba juga?" tanya Edward.

"Dia itu cerdik lebih suka membunuh tanpa senjata itu pendapatku," ujar Stevan.

"Berani sekali putramu itu," puji Edward.

"Aku mendapatkan laporan bahwa Rimba membuat beberapa siswa berusia tiga belas tahun, dan empat belas tahun mengalami luka cukup parah," ucap Stevan.

Save My Brothers (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang