8 (sepupu)

3.4K 264 5
                                        

Di kamar bernuansa hitam putih terlihat ada ketiga anak kecil tengah berkumpul bersama. Anak paling besar tengah membaca sebuah buku didengarkan baik oleh kedua anak lain yang lebih kecil.

"Kenapa abang suka buku?" tanya Fani polos.

"Menurut abang itu menyenangkan," jawab Argo.

"Dan tidak suka membaca buku. Buku itu memuakkan lebih baik aku bermain bola saja," ujar Rimba.

Argo tersenyum akan ucapan Rimba. Dia ingat bahwa Rimba memang sejak kecil tidak suka mengenai pelajaran, dia bahkan sempat mengulang kelas saat di masa kuliah. Kedua orang tua mereka tidak masalah walaupun saat itu uang bulanan Rimba dipotong oleh Stevan. Namun liciknya Rimba dia meminta uang jajan kepada dirinya disebabkan Stevan memblokir kartu debitnya.

Sosok adik pertamanya itu memang sedikit nakal Rimba memang memiliki kekurangan mengenai akademik. Namun dibalik itu semua Rimba selama masa sekolah membawa harum nama sekolah dengan prestasi olahraganya.

Rimba tidak pintar dalam akademik, namun dia sangat menyayangi sang adik. Dia bahkan menghajar sang ayah di kehidupan pertama Argo karena sang adik diculik musuh.

Di kehidupan sekarang Argo berjanji akan melindungi mereka berdua dengan kekuatan dia. Fano yang melihat wajah melamun sang sulung mencium pipi kanan Argo.

Argo kaget akan ciuman yang dia dapatkan. Pelaku malah cengegesan akan wajah lucu Argo akan serangan dadakan Fano. Mulut Argo bahkan sedikit terbuka sedikit akibat tindakan iseng sang adik.

"Abang lucu," ujar Rimba melihat wajah sang kakak.

Rimba bahkan mencium pipi kanan sang kakak membuat Argo kembali terkejut. Kedua adiknya malah tertawa akan reaksi Argo yang terlampau lucu.

Mata Argo beberapa kali berkedip mendapatkan kecupan di kedua pipinya dalam jangka waktu berdekatan. Maklum dulu Argo jarang berinteraksi dengan kedua adiknya jadi kadang kaget akan tindakan kedua adiknya.

Argo yang sadar mulai membalas kecupan kedua adiknya. Dia bahkan memeluk keduanya sangat erat. Mereka tertawa akan kecupan brutal Argo di wajah mereka.

"Hahaha abang berhenti," tawa mereka berdua menjauhkan wajah Argo.

Argo menduselkan pipinya bergantian ke pipi kedua adiknya. "Pipi kalian bulat sekali sih seperti mochi. Jadi mau abang hap," ujar Argo.

"Pipi adek bukan makanan!" protes Fano tidak mau pipinya dimakan sang abang.

"Abang jangan makan pipiku!" pekik Rimba.

Suara deritan pintu membuat ketiga terdiam sejenak. Merasa ada kesempatan Rimba dan Fano berlari kearah pintu ternyata ada sosok Lusiana. Argo tersenyum kearah sang ibu.

"Mama abang mau makan pipi adek!" adu Fano kepada ibunya.

"Iya abang kanibal, mah," adu Rimba.

"Hey kalian curang!" protes Argo.

Mereka memeletkan lidahnya kearah Argo. Argo rasanya ingin menjewer  telinga kedua adiknya, namun tidak bisa dikarenakan masih ada sosok ibunya.

"Abang kamu dipanggil papa ke ruangannya," ujar Lusiana.

"Yah gak bisa sama abang," gerutu Fano.

Bocah tiga tahun itu menggembungkan pipinya tidak suka apabila Argo bersama sang ayah. Pasti Argo sangat lama bertemu Stevan. Fano lebih suka Argo bermain bersamanya dan sang kakak.

"Abang sebentar ya. Main bersama kakak dulu," ujar Argo.

Argo menghampiri kedua adiknya tidak lupa mencium kening mereka bergantian. Tidak lupa mencium pipi kanan Lusiana walaupun perlu sedikit berjinjit. Tinggi Lusiana tergolong tinggi dibandingkan wanita pada umumnya.

Keluarga Jovetic memang memiliki darah orang barat. Stevan dia memiliki darah italia dari mendiang ibunya, sementara Bram campuran indonesia dan jepang. Lusiana asli orang Belanda.

Jadi wajar tinggi mereka diatas 170 cm semua. Argo yang baru berusia dua belas tahun saja tingginya sebahu Lusiana. Pertumbuhan anak-anak Jovetic sedikit lebih cepat dibandingkan anak seumuran mereka.

Bahkan Argo saja lumayan tinggi di kalangan para teman sekelasnya, walaupun dia murid termuda di kelas. Kembali kepada Argo yang dipanggil oleh Stevan ke ruangan.

Argo mengetuk ruangan sebelum masuk. Terdengar suara Stevan mempersilahkan dia masuk.

Saat dibuka ternyata ada keempat sepupu dia menatap dirinya. Argo sedikit malas melihat kehadiran mereka semua.

"Kalian jangan memanipulasi kedua adikku. Hanya aku yang boleh dipanggil abang oleh Rimba dan Fano. Panggilan kakak juga khusus Rimba jadi jangan memaksa Fano memanggil kalian demikian," peringat Argo.

"Tanpa abang beritahu aku tahu," ujar remaja yang lebih muda setahun dibandingkan Argo.

Bryan Adam Jovetic putra pertama Marcus Austin Jovetic dan Adeline Amber. Dia berusia sebelas tahun. Masih sekolah kelas enam sd.

Di sebelah Bryan ada Indra Rakha Jovetic putra kedua Marcus Austin Jovetic dan Adeline Amber. Dia berusia delapan tahun. Kelas tiga sd.

Di sebelah Indra, anak kecil berusia enam tahun bernama Bobby Darren Jovetic. Dia baru saja kelas satu sd.

Yang paling kecil bernama Kevin William Jovetic hanya lebih tua setahun dibandingkan Fano.

Tak lama sosok mirip seperti Stevan datang. Dia terkekeh geli melihat wajah masam keponakan pertamanya.

"Anak sulung abang duplikat lu banget," ujar Marcus.

Sosok pria dewasa yang sering dikira Stevan. Padahal mereka berdua bukan saudara kembar, walaupun kalau dilihat wajah mereka mirip. Wajah Stevan lebih tegas dibandingkan Marcus yang menuruni kultur wajah ibunya.

"Om untuk apa kesini?" tanya Argo.

"Mau culik adik kecilmu," ujar Marcus.

Argo memukul perut Marcus sangat keras membuat Stevan tersenyum akan tindakan sang anak. Wajah anak itu terlihat lebih galak dibandingkan sebelumnya. Marcus memegang perutnya akibat perbuatan tidak terduga keponakannya.

"Senggol bacok amat lu kayak bokap lu," ujar Marcus memegang perutnya akibat ulah Argo.

"Rimba dan Fano adikku! Om tidak boleh membawanya pergi!" tegas Argo.

"Bercanda," ujar Marcus.

"Untuk apa abang dipanggil, pah?" tanya Argo tidak peduli wajah tengil om nya.

"Musuh mulai berkeliaran di sekitaran rumah. Abang bantu papa menjaga semua adikmu soalnya papa akan memberantas penghianat dulu," ujar Stevan terhadap sang sulung.

"Termasuk mereka berempat?" tanya Argo menunjuk keempat sepupunya.

"Iya. Sementara mereka disini karena papa perlu bantuan om sengklekmu ini," ujar Stevan.

"Ya elah adik sendiri dikatain sengklek," gerutu Marcus tidak terima ucapan Stevan.

"Ucapan om benar papi sengklek. Masa aku tiap tahun punya adik mulu," ujar Bryan.

"Nah dengarkan ucapan anakmu," sarkas Stevan.

"Ayo kita keluar saja! Para orangtua memang tidak ada yang beres!" ajak Argo mengajak keempat sepupunya.

Ucapan pedas Argo membuat kedua pria itu kesal. Mau heran tapi mereka juga tidak bisa dikarenakan sifat Argo duplikat sang ayah tanpa terkecuali.

Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan bagi penulis agar semakin bersemangat menulis

Sampai jumpa

Jumat 29 Desember 2023

Save My Brothers (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang