Suasana sangat mencekam. Suara tembakan pistol silih berganti. Bahkan dua pasangan suami istri tengah terlibat baku hantam dengan ratusan orang. Dari kejauhan ada sosok remaja memperhatikan kedua orangtuanya.
Mereka saling memukul satu sama lain. Tidak ada yang mau kalah. Stevan memang berencana untuk menghapus tuntas semua musuhnya.
Namun musuh menyerang hari ini. Disebabkan musuh sudah lebih dulu mengetahui rencana Stevan.Tidak ada pilihan lain yaitu menyerang. Di sisi Argo ia sedikit menatap cemas kearah kedua orangtuanya.
Sudah sejak beberapa jam mereka terlibat pertarungan. Saat Argo lengah ada beberapa orang menargetkan Argo.
Stevan dan Lusi yang melihat sang anak dalam bahaya langsung mengerti. Kejadian tersebut sangat cepat kedua orangtua itu memeluk erat Argo.
Shock. Itulah yang dirasakan oleh Argo. Puluhan timah panas menyerang kedua orangtuanya. Argo berusaha melepaskan pelukan mereka.
"Diam Argo!" tegas Stevan.
"Jangan begini kumohon," lirih Argo.
"Tugas orangtua melindungi anaknya," ujar Lusi.
"Jaga dirimu baik-baik abang," ujar Stevan.
Mereka berdua perlahan melepaskan pelukan. Argo terdiam sejenak menatap nanar kejadian tersebut. Kedua yang seharusnya dilindungi olehnya, malah mengorbankan diri untuk dia.
Argo menutup mata sejenak. Tak lama warna mata Argo berubah. Seringai terbit di balik topeng Argo.
Para musuh yang melihat kedua orang penting telah tumbang, merasa bahwa kemenangan berada di pihaknya.
"Kalian salah besar cecunguk kecil," remeh Henry.
Yah sekarang tubuh Argo diambil alih oleh sang alter ego. Ia merasa bahwa, emosi Argo tidak mungkin bisa menghadapi semua musuhnya sekarang.
"Tembakan dibalas sebuah tembakan juga," ujar Henry.
Benar saja. Henry mengambil pistol diatas rumput. Menarik pelatuk, Henry membidik puluhan orang yang menyerangnya beberapa menit lalu.
Pertarungan berdarah kali ini memakan banyak sekali korban. Setelah ratusan orang dikalahkan oleh Henry. Ia jatuh pingsan di dekat kedua orangtuanya.
Tak lama ada langkah kaki mendekat. Ada empat pria dalam diam pemandangan di depannya.
"Ayah," lirih Marcus kepada Bram.
"Abangmu akan baik-baik saja," ujar Bram.
Marcus mengganggukkan kepala mengerti. "Ed kau bawa Argo. Stevan akan bersamaku, dan Lusi akan digendong ayahnya," ujar Bram.
Mereka bertiga membawa ketiga orang tersebut. Hanya wajah datar yang mereka tunjukan. Apalagi Bram dan Lui.
Tak terasa mereka tiba di rumah sakit. Baru saja akan beristirahat, ada sosok wanita dewasa dengan dua anak kecil bersamanya.
Marcus memalingkan wajahnya. Ia memilih pergi begitu saja. Bahkan sang istri heran akan tindakan Marcus.
"Opa! Kakek! Dimana papa, mama dan abang?" tanya Rimba.
"Kalian doakan saja mereka ya," ujar Lui mengelus rambut Rimba dan Fani secara bergantian.
"Adek tidak paham," ujar Fano menggaruk belakang kepalanya.
"Kakak biasanya akan tanya abang. Tapi abang tidak ada disini," ujar Rimba.
Ucapan Rimba membuat ketiga pria bungkam. Mereka tidak tega memberitahu hal yang sebenarnya kepada dua anak kecil di hadapan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save My Brothers (END)
Ficção GeralNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah keluarga saja tidak lebih. Argo sosok pria dewasa yang kehilangan kedua adiknya. Sosok pria dewasa yang memang terkenal dingin itu semakin tidak tersentuh sejak kematian kedua adiknya. Bahkan di usia 35 tahun...