20 (anak polos)

1.8K 151 4
                                    

Di sebuah kamar ada sosok balita berusia tiga tahun tengah kebingungan. Setahu dia sebelum tidur di kamar kedua orangtuanya kok ketika bangun dia berada di kamarnya sendiri.

"Adek!" panggil seseorang.

Suara itu membuat dia menatap kearah samping dimana kakak pertamanya menatap dia khawatir. "Adek kenapa, hm?" tanya Argo mengelus pipi bulat Fano.

Fano menggelengkan kepala tidak mau menjawab pertanyaan sang kakak. Dia masih heran kok tiba-tiba berada di kamar sang abang. "Adek bingung?" tanya Fano.

Argo terkekeh geli melihat wajah Fano. Balita yang merengek meminta untuk segera sekolah itu nampak menggemaskan. Ditambah outfit yang dia gunakan sekarang. Rasanya Argo ingin mengurung adiknya di rumah selamanya tanpa diketahui orang luar.

Dunia luar sangat berbahaya bagi sosok polos Fano. Seingat Argo di kehidupan pertama adik keduanya itu terlalu polos masuk ke dalam dunia mafia. Tetap saja adiknya hanya anak polos yang tidak mengerti kejamnya dunia bawah.

Suara tembakan dan teriakan Rimba membuat kepala Argo sedikit pusing. Ingatan masa lalunya mulai terngiang di kepalanya. Bagai kaset rusak kenangan buruk itu terus saja terulang tanpa henti.

"Abang!" pekik Fano menyadarkan Argo.

Teriakan Fano menyadarkan Argo dari lingkaran kenangan masa lalu. Sosok adik kecilnya langsung memeluk tubuh Argo sangat erat. Terdengar suara tangisan Fano membuat Argo tidak tega memperlihatkan sisi lemah di hadapan adiknya.

"Maafkan abang ya," ujar Argo mengelus rambut sang adik.

"Adek lihat ada darah keluar dari hidung abang. Adek tidak mau abang sakit," lirih Fano.

Mendengar ucapan Fano dengan cepat Argo memeriksa hidungnya ternyata benar ada darah menetes. Dia mengelapnya menggunakan baju yang dia gunakan. Bagi dirinya tidak masalah lagipula di kehidupan dia dulu bahkan kepala dia bocor bukan hal besar baginya.

Merasa sang adik tenang dia melepaskan pelukan ternyata Fano kembali tertidur. Dia melirik kearah jam dinding ternyata sudah menunjukkan jam tujuh pagi kebetulan hari libur jadi Argo memilih tidur kembali.

Di kamar bernuasa hutan belantara ada seorang anak kecil memikirkan sesuatu. Dia rasa melupakan sesuatu entah apa itu. "Oh iya belum menjahili papa!" pekik Rimba.

Yah itulah keseharian Rimba setiap hari yaitu menjahili sang ayah tercinta. Hukuman apapun yang diberikan Stevan seolah tidak berpengaruh bagi Rimba.

Dengan semangat dia mengambil bahan-bahan untuk menjahili ayahnya di dapur. Disana banyak pelayan menatap kelakuan Rimba dalam diam. Mereka seolah terbiasa memperhatikan tingkah laku sang tuan muda.

"Tuan muda akan menjahili tuan?" tanya sang pelayan.

"Bibi diam ya jangan beritahu papa," ujar Rimba.

"Baiklah tuan muda," sahut sang pelayan.

Selesai mempersiapkan aksi jahilnya Rimba berlari menuju kearah kamar dimana kamar kedua orangtuanya berada. Para pelayan menatap gemas tingkah laku Rimba yang sangat berbeda dengan kedua saudaranya yang lain.

Kejahilan bersama tiga bersaudara memang diplopori oleh Rimba. Tiba di kamar kedua orangtuanya dia memastikan bahwa hanya ayahnya di kasur.

Dengan hati-hati Rimba naik ke dada sang ayah. Merasa ada sesuatu yang menimpa Stevan mengintip ternyata ada Rimba. Memulai aksinya Rimba mulai mencoret wajah Stevan menggunakan tepung yang dicampuri kecap dan daun bawang.

"RIMBA!" pekik Stevan terbangun.

"Hehehe," tawa Rimba.

Stevan mengangkat sang anak untuk segera dihukum. Dengan akan mandi bersama Rimba lagipula pakaian Rimba juga kotor jadi lebih baik mandi bersama.

Save My Brothers (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang