65 (jajanan)

798 102 13
                                    

Selesai memakan seblak Rimba mengajak keluarganya ke tempat lain. Saat di perjalanan Argo menatap pemandangan sepanjang jalan.

Mata Argo menyipit melihat anak kecil seumuran dia tengah berjalan. Bahkan tengah menggendong tas sekolah.

"Papa berhenti!" pekik Argo.

Dengan refleks Stevan menginjak pedal rem membuat mereka semua terhantuk kearah depan. Bahkan Fano yang tadi mengantuk seketika terbangun.

"Ada apa sih bang?" tanya Rimba.

Tidak ada jawaban dari Argo remaja itu memilih membuka pintu lantas membukanya. Dia sedikit berlari dan menahan pergelangan tangan remaja seumuran dengan dia.

"Arik!" panggil Argo.

Merasa dipanggil sosok itu membalikkan badan. Dia sedikit kaget akan kehadiran Argo sang sahabat.

"Kamu diusir dari rumah?" tanya Argo.

"Ucapanmu terlalu teras terang sekali Argo," keluh Arik.

"Malam ini tinggal di rumahku saja. Kebetulan keluargaku mau cari makan juga," ujar Argo.

"Aku tidak enak," ujar Arik.

"Bagaimana mengenai tawaran bahwa dirimu bisa sedikit membalaskan dendam kepada ayahmu?" tawar Argo.

"Diriku tidak mau," sahut Arik.

"Ayolah itu hal yang sangat menyenangkan," bujuk Argo.

"Memang kelahiranku tidak diharapkan oleh ayah." Arik menunduk sejenak. "Namun nenek berkata jangan pernah dendam kepada ayah," ujar Arik.

"Kata papa kamu jarang diberikan makan oleh ayahmu disebabkan kesalahan kecil saja," ujar Argo.

Arik tersentak kaget akan ucapan Argo. "Kok om Stevan bisa tahu?!" kaget Arik.

"Lebih baik kamu ikut tinggal di rumahku saja sementara waktu. Mengenai bagaimana ayahku bisa tahu segalanya akan kujelaskan padamu," ujar Argo.

"Baiklah," ujar Arik.

Argo menarik tangan Arik tapi dia sedikit kaget mendengar suara ringisan dari mulut Arik. "Maaf aku tidak tahu bahwa kau terluka," ujar Argo.

"Tidak masalah," ujar Arik.

Saat membuka pintu mobil membuat Arik sedikit canggung akan keadaan sekitar. Stevan menatap tajam sang adik yang seolah tidak peka akan keadaan.

"Iya bentar napa bang!" pekik Marcus.

Marcus pindah ke kursi paling belakang sendirian. Mengenai Fano dia sudah anteng di kursi bayi yang dikhususkan untuknya. Balita itu melihat kearah Arik.

"Mas mau kemana?" tanya Fano kepada Arik.

"Ah bukan kemana-mana," jawab Arik.

"Maaf ya mungkin kamu kurang nyaman mengenai panggilan adek kepadamu. Itu memang sudah kesepakatan Fano bersama kedua kakaknya yang lain," ujar Lusi.

"Hanya aku yang boleh dipanggil abang dan kakak khusus untuk Rimba," ujar Argo.

"Posesif sekali," ujar Arik.

"Ayo duduk dulu Arik. Kita akan melanjutkan perjalanan," ujar Stevan.

Arik yang paham duduk di belakang bersama Marcus. Dia tidak mau dianggap lancang dikarenakan duduk di kursi tengah yang sudah penuh.

Memang sih Marcus sedikit tidak tahu diri dengan duduk di tengah membiarkan kedua keponakan dia sedikit kesempitan.

Perjalanan mereka dilanjutkan Stevan menatap kearah belakang dimana sosok Arik berada. Senyum smirk terbit begitu saja entah rencana apa yang dipikirkan oleh Stevan.

Save My Brothers (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang