Hari minggu merupakan hari santai bagi para siswa untuk terbebas dari tugas. Beda lagi dengan Argo dia tengah mengerjakan segala perbuatan Henry.
Sejak Henry menggantikan posisi Argo sementara, berbagai macam masalah timbul. Entah dimulai menjahili siswa atau guru berakhir tugas tambahan.
Ia merenggangkan tubuh sejenak merilekskan otot dia sejenak. Sejak pulang sekolah Argo meminta kepada Henry bergantian.
Berakhir dengan Argo mengerjakan beberapa tugas dari beberapa guru. Terdengar pintu kamar terbuka sosok balita berusia tiga tahun memeluk sebuah bungkus makanan.
Menghampiri sang abang yang sangat fokus mengerjakan tugas. Sedikit menarik celana yang digunakan sang abang. Tindakan dia berhasil menarik perhatian sang abang.
Sang balita membuka bungkus makanan yang dia bawa, dan memberikan sebungkus makanan ke depan sang abang. "Kata mama, kalau makan cokelat bisa membuat kita senang," ujar Fano polos.
Dengan senang hati Argo menerima cokelat pemberian sang adik. Ia berdiri, dan mengangkat tubuh Fano. "Baik sekali adek manis abang ini," ujar Argo kepada sang adik.
"Kakak juga dapet kok! Adek mau berbagi sama abang dan kakak," ujar Fano.
Argo menggendong sang adik tak lupa mengambil beberapa lembar tisu diatas meja belajarnya. Berjalan menuju kasur ia bersama sang adik duduk bersampingan. Dengan telaten Argo membersihkan cokelat dari kedua pipi gembil sang adik.
"Padahal adek bisa lho menghabiskan semua cokelatnya sendiri," ujar Argo.
"Papa bilang bahwa berbagi itu indah. Abang dan kakak saja sering kasih cokelat sama adek kok."
"Adek sekarang punya cokelat jadi bagi sama abang dan kakak," sahut Fano polos.
"Anak sekecil kamu biasanya egois tahu," komentar Argo.
"Adek tidak boleh egois. Cokelat terlalu banyak dimakan bisa buat gigiku sakit," ujar Fano.
"ABANG!" teriak Rimba.
"Dan!" tegur Argo.
Rimba terjatuh begitu saja ketika membuka pintu kamar. Argo memberi nasihat kepada Fano agar tidak turun. Sang bungsu menurut. Dengan cepat Argo menghampiri Rimba yang kesulitan bangun.
Mengalungkan tangan kanan Rimba ke bahunya, ia membantu Rimba untuk berdiri. Sedikit ringisan terdengar dari mulut Rimba.
Dengan sedikit bantuan Fano akhirnya Rimba duduk diatas kasur Argo. "Kau jatuh dimana?" tanya Argo kepada Rimba.
Ia sangat jeli melihat bahwa lutut sang adik sedikit membiru. "Kakak jatuh menggelinding gitu di tangga," jawab Rimba.
Mendengar jawaban Rimba wajah Argo langsung kaget. "Kepalamu pusing tidak?" tanya Argo khawatir.
"Tidak," jawab Rimba.
"Abang akan panggilkan mama dulu," ujar Argo.
Rimba mengganggukkan kepala mengerti. Fano menatap bingung atas tingkah sang abang. Rimba walaupun merasa sedikit merasakan sakit, ia malah memeluk tubuh sang adik.
Di tempat Argo dia mencari keberadaan kedua orangtuanya. Baru saja akan masuk ke kamar mendengar suara tentang Stevan ingin memiliki anak lagi. Argo menendang kamar kedua orangtuanya.
"Abang tidak setuju ya!" protes Argo.
"Kau ini!" tegur Stevan.
"Dan jatuh dari tangga. Sekarang ada di kamar abang," ujar Argo tidak peduli wajah datar sang ayah.
Mereka berdua dengan kompak langsung keluar kamar. Beda lagi Argo berjalan santai saja menuju kamarnya.
Sang ayah yang berlari sambil menggendong sang adik membuat ia paham. "Abang jaga adik ya. Papa akan jemput kamu setelah ini," ujar Stevan kepada sang sulung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save My Brothers (END)
Ficción GeneralNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah keluarga saja tidak lebih. Argo sosok pria dewasa yang kehilangan kedua adiknya. Sosok pria dewasa yang memang terkenal dingin itu semakin tidak tersentuh sejak kematian kedua adiknya. Bahkan di usia 35 tahun...