Acara lamaran Gavin dan Jihan memang diselenggarakan di hotel, tapi bukan berarti acara tersebut meriah. Karena venue yang disewa juga bukan ballroom yang biasa menampung ribuan tamu. Memang Vivi saja yang tidak mau ribet dengan mengadakan acara di rumah, memilih hotel dengan harapan tidak perlu repot persiapan dan membereskan seusai acara.
Acara tersebut berlangsung sederhana di taman hotel di Sabtu sore. Tamu yang datang tidak banyak, hanya sanak keluarga terdekat dari masing-masing pasangan dan beberapa teman yang menjadi saksi perjalanan cinta mereka. Benar-benar terasa intim sekali acara itu, cuaca sore itu juga sangat mendukung. Tidak panas dan tidak hujan pula.
Semuanya nyaman di sana, termasuk saat masing-masing dari pasangan menyampaikan perasaan tulus mereka dan kesediaan mereka untuk berkomitmen pada hubungan yang lebih serius. Jihan sampai tak kuat menahan tangis saat saling bertatapan dengan Gavin sambil mengucapkan kalimat kesediaannya menjadi istri Gavin untuk seumur hidup.
"Sejak dulu, Ayah sama Ibu selalu mengusahakan yang terbaik untuk anak-anaknya, Bang. Dan kamu, aku yakin kamu yang terbaik untuk aku. Jadi, aku juga yakin, Ayah dan Ibu di atas sana tersenyum melihat kita sekarang" ujar Jihan dengan suara bergetar
Gavin memandangnya lembut sambil mengganggam tangan Jihan yang juga bergetar. Membahas orang tua maupun keluarga tidak pernah sederhana bagi Jihan, ujiannya terlalu banyak di sana sampai rasanya tak sanggup Jihan untuk sekadar mengingat.
"Bang Gavin, dengan menyebut nama Tuhan, dan atas kepercayaan aku sama kamu, aku terima kamu jadi calon suamiku dan aku bersedia jadi calon istrimu"
Suara riuh tepuk tangan memenuhi halaman rerumputan itu, lalu pemandangan kedua insan saling mencinta yang berpelukan mengundang senyum di semua bibir orang yang datang. Ini pertama kalinya, keluarga Brastama akan mengadakan pernikahan. Bukan hanya orang-orang di sana yang bahagia, para awak media dan masyarakat di luar sana juga pasti ada saja yang menaruh atensi pada mereka.
Meskipun semua bertepuk tangan dan bersorak gembira, ada seseorang yang diam-diam menyeka air matanya. Itulah Gio, di saat Vivi terang-terangan menangis haru sambil menghampiri Gavin dan memeluknya, Gio malah diam-diam menunduk sambil mengusap matanya.
"Mas Gio" panggil Luna lirih
"Hm" sahut Gio seadanya
"Nangis ya?" tanya Luna
"Enggak" jawab Gio sambil mendongak lagi
"Iya, itu nangis" balas Luna
"Enggak, Luna"
"Udah lah, nangis juga nggak apa-apa kali. Sedih ya mau ditinggal abang nikah?"
"Luna"
Luna tertawa cekikikan saat berhasil membuat Gio menoleh ke arahnya dengan wajah sukarnya. Memang tidak akan lengkap sebuah hari kalau Luna tidak menjahili Gio, begitu juga sebaliknya. Mereka berdua sama-sama suka jahil, tapi tidak suka dijahili.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless Love
Fiksi PenggemarKata orang-orang, setiap manusia itu punya keberuntungan dan ujiannya masing-masing. Artinya, jika ada satu sisi kehidupan dari seseorang itu memperoleh keberuntungan, maka akan ada sisi lain yang mendapati ujian. Namun, Luna tidak sepakat dengan it...