Usai kembali memutuskan untuk merajut kasih dengan orang yang sama, Gio sama sekali tidak pernah terpikir akan berakhir sama juga. Dia benar-benar masih belum percaya kalau Luna sudah bukan kekasihnya sekarang.
Gio kira, masalah Luna hanyalah kepercayaan yang bisa perlahan Gio kembalikan dengan sikapnya. Namun, nampaknya tidak sesederhana itu. Awalnya, Gio masih ingin memperjuangkan, dia tak bisa menyerah begitu saja. Gio sudah siapkan berbagai strategi dan taktik demi membuat Luna kembali padanya. Sayangnya, semua itu hancur saat Gio melihat sendiri betapa bahagia dan bebasnya Luna tanpa dia di sisinya.
Gio tak pernah tahu Luna bisa minum alkohol, Gio juga tak pernah tahu Luna punya sisi liar begitu. Sepertinya, Luna hanya menahan karena Gio. Iya, Luna bahkan tidak bersedih usai hubungan mereka berakhir, buat apa Gio memperjuangkannya lagi? Tinggal menerima sambil menikmati fase patah hatinya saja, itu mungkin akan lebih sederhana dibanding berjuang.
Nafas Gio terhela pelan, semalam dia pulang ke rumah lagi. Tentu tidak menjadi pertanyaan, karena seisi rumah pun tahu kalau mental Gio sedang tidak stabil. Namun, tidak ada satupun yang tahu kalau semuanya sudah berakhir. Cepat atau lambat memang semua akan tahu, tapi lebih baik memang Gio memberitahunya sekarang.
"Sarapan, Bang! Adek, turun yuk!"
Gio menoleh ke arah pintu kamarnya, baru saja Vivi lewat sambil berteriak memanggil anak-anaknya. Tidak sambil mengetuk untuk menghemat waktu, karena dia tahu kalau anak-anaknya pasti sudah bangun dan mendengar suaranya.
Mendengar itu, Gio langsung keluar dari kamarnya dengan posisi siap. Dia keluar bersamaan dengan Vieve, berbeda di penampilannya saja. Vieve masih pakai piyama dan rambutnya dicepol asal, karena memang baru bangun.
"Nggak kuliah?" tanya Gio langsung
"Nggak, hari ini Ve mau nyanyi. Abang nonton, yuk! Semua orang udah pernah nonton Ve nyanyi, Abang doang yang belum pernah. Ya? Nanti malam jam 7 di kampus Ve. Ajak Kak Luna nggak apa-apa kok, nanti Ve siapin dua kursi. Okay?" cerocos Vieve dengan muka cerianya
Gio menggembuskan nafas malas, lalu berjalan mendahului sang adik. Padahal masih pagi, tapi Gio sudah harus berhadapan dengan ramainya mulut sang adik bungsu itu. Ah, Gio semakin teringat dengan Luna jika begini. Luna ini mirip sekali dengan Vieve.
"Abang, ih! Ayo dong! Abang udah nggak sibuk, kan?" bujuk Vieve sambil menuruni tangga, mengikuti sang kakak dari belakang
"Abang nggak bisa" jawab Gio dingin
"Ih, bisa pasti. Kalau Kak Luna yang ajak pasti bisa, nanti Ve yang bilang ke Kak Luna deh" bujuk Vieve masih tak menyerah
Langkah Gio berhenti di ujung tangga paling bawah secara mendadak, membuat Vieve harus mengaduh lantaran wajahnya menabrak punggung sang kakak. Untung tangan Vieve cekatan berpegangan pada tralis, kalau tidak, dia bisa jatuh.
"Abang, ih!" rengek Vieve
"Nggak usah bilang apa-apa ke Luna, nanti Abang datang sendiri kalau sempat" ujar Gio datar
KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless Love
FanficKata orang-orang, setiap manusia itu punya keberuntungan dan ujiannya masing-masing. Artinya, jika ada satu sisi kehidupan dari seseorang itu memperoleh keberuntungan, maka akan ada sisi lain yang mendapati ujian. Namun, Luna tidak sepakat dengan it...