Emosi Luna memang mulai stabil, sudah tidak banyak menangis seperti kemarin, tapi jadi banyak diam. Dia juga masih menghindari Gio, menolak kehadirannya, apalagi sentuhannya. Bukannya Luna jijik, tapi Luna takut pada Gio. Luna tidak pernah tahu kalau Gio bisa marah sampai memukul orang. Luna takut kalau dia akan jadi korban serupa di tangan Gio.
Sebenarnya Luna juga tidak ingin begini, tapi trauma dan ketakutan dirinya seolah mengirim sinyal pada dirinya bahwa Gio itu berbahaya daj Luna harus menghindar. Luna tidak mau merasakan sakit yang sama lagi di masa depan, apalagi sama-sama dilakukan oleh orang yang dia sayangi.
"Udah cantik anak Bunda, sarapan dulu sebelum pulang, yuk!" ajak Tari sambil mengusap pelan pundak Luna yang duduk di depan cermin
"Bunda" lirih Luna
"Iya, sayang" sahut Tari
"Kemarin Ayah gimana?" tanya Luna pelan
Tari menghela nafas pelan, "Pak Danu memutuskan buat lepasin dia, karena istrinya masih koma di rumah sakit dan satu anaknya juga masih dalam perawatan. Malah Nak Gio yang nggak terima, dia tetap maunya kasus ini dilanjutkan ke pengadilan sama seperti Rey"
Luna mengerjap beberapa kali menatap pantulan dirinya sendiri di cermin, "Kok Mas Gio jadi jahat ya, Bun?"
"Luna" desis Tari pelan
Luna menyadarkan diri dari pertanyaan melanturnya tadi, dia langsung beranjak dari duduknya dan membalik badan.
"Ayo, Bun! Luna udah pengen pulang"
"Iya, yuk!"
Tentu saja Tari dan Luna akan bertemu dengan keluarga Brastama di restoran hotel, makanya Luna sudah siap-siap menunduk sebelum sampai. Buruknya, ternyata keluarga Brastama sudah menyiapkan satu meja khusus untuk mereka menikmati sarapan bersama.
Luna semakin menunduk, apalagi saat dia lihat Gio menyapanya dengan senyum cerah. Bagaimana caranya menjelaskan pada Gio kalau di dekatnya saja sudah membuat Luna merasa terintimidasi? Luna tak bisa sembunyikan perasaan itu, tapi dia juga enggan membuat Gio terluka karena penolakannya.
"Luna, semalem tidurnya nyenyak, sayang?" tanya Vivi sambil mengusap belakang kepala Luna pelan
Luna menoleh ke kiri lantas mengangguk pelan, "Nyenyak, Ma"
Senyum tipis Vivi merekah, "Syukurlah. Besok-besok kalau susah tidur, panggil Bunda atau telefon Mama ya? Jangan sampai nggak tidur terus langsung berangkat kerja, nanti Luna bisa sakit"
Luna mengangguk pelan, "Makasih, Mama"
"Pulangnya mau dianter siapa, Lun? Sama Gio atau mau sama Papa?" tawar Danu memulai percakapan
Pandangan Luna beralih pada Danu di samping Vivi, "Sama Papa"
Danu mengangguk pelan, "Okay, nanti Papa sama Mama yang anterin ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless Love
FanfictionKata orang-orang, setiap manusia itu punya keberuntungan dan ujiannya masing-masing. Artinya, jika ada satu sisi kehidupan dari seseorang itu memperoleh keberuntungan, maka akan ada sisi lain yang mendapati ujian. Namun, Luna tidak sepakat dengan it...