Pada dini hari, akhirnya Vieve berhasil ditenangkan Luna. Sekarang ruangannya juga sudah dipindah ke ruang rawat biasa. Danu dan Vivi sudah berusaha mendapatkan jam penerbangan tercepat, tapi tetap saja mereka baru bisa terbang saat matahari terbit. Sedangkan Gavin sedikit bisa lebih cepat, saat matahari terbit pesawatnya sudah mendarat di Jakarta.
Gio tak bisa tidur sama sekali di ruang rawat itu, sedangkan Luna sudah menyandarkan kepala di handrest sofa dan terlelap nyenyak dengan posisi miring yang pastinya akan membuat tubuh gadis itu sakit ketika bangun. Gio berdecak pelan, Luna ini ngeyel sekali, Gio sudah menyuruhnya pulang sejak Vieve mulai mau tidur dengan tenang, tapi tetap saja gadis itu menolak.
Gio beranjak dari duduknya sambil membawa sebuah bantal sofa. Gio angkat kaki Luna jadi sepenuhnya di atas sofa, dia juga ubah posisi tubuh gadis itu jadi telentang dengan menyematkan bantal tadi di belakang lehernya. Usai itu, Gio berjalan pelan ke arah ranjang pasien. Sejak tadi, dia tak punya banyak kesempatan untuk melihat kondisi Vieve dari dekat, karena Vieve benar-benar menolak kehadirannya.
Tangan Gio terulur, mengusap kening sang adik dengan lembut. Jarang sekali Gio bisa lakukan itu, tapi rasa bersalahnya mengalahkan semua gengsi. Gio sudah diberi tanggung jawab untuk menjaga si bungsu selama kedua orang tuanya pergi jauh dan lama, tapi kejadian tak diinginkan malah terjadi. Wajar jika Gio merasa gagal, Gio merasa tak becus menjaga adiknya sendiri.
"Kenapa pergi nggak bilang ke Abang sih, Ve? Kan Abang bisa anterin, jadi Abang nggak perlu ngerasa bersalah kayak gini" monolog Gio penuh pedih
Tadi malam, pihak kepolisian sudah menemui Gio dan mengatakan kronologi yang sebenarnya. Jadi, Vieve ini sedang berjalan biasa di trotoar dekat kampusnya. Lalu, tiba-tiba ada seekor kucing yang menyebrangi jalan di tengah banyaknya lalu-lalang kendaraan. Vieve berlari ke tengah jalan dengan maksud menyelamatkan kucing tersebut, tapi si pengemudi mobil kaget dengan kemunculan Vieve yang tiba-tiba di tengah jalan dan terjadilah insiden itu.
Tubuh Vieve terpental lumayan jauh usai terbentur bodi mobil dengan keras. Polisi belum bisa menetapkan pengemudi mobil itu sebagai tersangka, karena bukti-bukti belum sepenuhnya terkumpul. Kalaupun ada rekaman CCTV dari pertokoan di dekat sana, keterangan dari pengemudi itu sepenuhnya benar. Vieve yang tiba-tiba muncul ke tengah jalan sehingga pengemudi tidak sempat mengerem kendaraannya.
Saat tengah terdiam sambil memandangi wajah pucat Vieve, tiba-tiba suara rintihan terdengar. Pasti dari Vieve, Gio hafal sekali. Suara rintihan itu perlahan jadi tangis seiring mata Vieve terbuka. Gio coba selembut mungkin dengan menyambut sang adik dengan senyum, tapi Vieve tetap tidak senang dengan itu.
"Kak Luna..." lirih Vieve sambil menyingkirkan tangan Gio dari pelipisnya
"Luna lagi tidur, Ve. Kamu butuh apa?" tanya Gio pelan
"Kak Luna..."
Gio menghela nafas berat sambil menoleh ke arah Luna yang terbaring di sofa. Sudah cukup rasanya Gio merepotkan Luna sejak kemarin, sekarang saatnya dia berusaha selesaikan masalah adiknya ini sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless Love
FanfictionKata orang-orang, setiap manusia itu punya keberuntungan dan ujiannya masing-masing. Artinya, jika ada satu sisi kehidupan dari seseorang itu memperoleh keberuntungan, maka akan ada sisi lain yang mendapati ujian. Namun, Luna tidak sepakat dengan it...