Jangan ajari Gio tentang hal yang tak bisa dia lakukan agar bisa bertahan, karena nyatanya Gio tidak bisa. Sesederhana menyimpul dasi setiap pagi. Sekelas Gavin dan Jayden saja bisa, masa Gio tak bisa?
Bukan, bukan tak bisa, hanya Gio yang tak mau belajar. Dia yang mau selalu ada orang di sisinya, dia mau selalu bergantung pada orang itu untuk hal-hal kecil yang krusial ini. Intinya, jangan ajarkan Gio hidup sendiri, karena dia tidak akan mampu hidup. Gio benci kesepian.
Bagi Gio, percuma dia berhasil kalau dia kesepian, keberhasilan itu tidak akan berpengaruh apa-apa. Seperti saat ini, launching Geena sudah di depan mata. Tinggal menghitung jam lagi, tapi Gio bukannya bahagia malah biasa saja.
Vivi sudah repot menyiapkan pakaian terbaik untuk anak-anak dan keluarganya, sudah heboh pula mengundang teman-temannya untuk turut hadir. Namun, Gio yang punya acara malah tak peduli. Apapun yang tentang acara tersebut yang dipresentasikan di depannya hanya akan dia angguki saja.
Malah yang membuatnya semakin tak habis pikir adalah rencana usai Geena buka yang akan Gio tapaki. Bukan, bukan melanjutkan dan mengembangkan. Gio akan menyerahkan urusan Geena sepenuhnya ke Jayden, dan dia berencana ke luar negeri untuk melanjutkan sekolah.
Gila, bukan? Iya, makanya jangan sakiti Gio! Dan apakah Danu setuju? Tentu tidak, Gio tahu bahkan sebelum dia mengutarakannya. Tapi Gio benar-benar tak punya rencana apapun lagi usai Geena buka, padahal dia punya pilihan untuk mengembangkannya dan menjadi sukses di mana-mana.
Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Gio, dia menoleh dan langsung disambut Luna yang baru saja masuk. Otomatis Gio mengalihkan pandangannya lagi ke jendela di depannya ini. Tidak banyak hal yang bisa dia kerjakan, makanya dia memilih bersantai sambil ngopi di depan jendela itu.
"Permisi, Pak. Venue untuk acara besok sudah siap, Bapak mau berkunjung ke sana?" tanya Luna santai dan profesional
"Jayden udah ke sana?" tanya Gio balik bertanya
"Sudah, Pak" jawab Luna
"Apa katanya?"
"Aman, Pak. Tidak ada masalah"
"Kalau gitu, nggak usah"
"Baik. Kalau begitu, saya permisi"
"Saluna"
Luna yang semula akan melangkah itu kini berbalik menoleh lagi, rupanya Gio sudah memutar tubuhnya hingga tidak memunggunginya lagi. Tatapan Gio terasa dingin dan kosong, sama seperti tatapannya sebulan ini. Bukan tatapan hangat seperti yang dulu Luna sering terima.
"Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" sahut Luna profesional
Gio mengalihkan pandangannya sejenak ke arloji di pergelangan tangannya, "Udah jam 5, udah selesai jam kerjanya. Saya mau tanya sesuatu ke kamu"
"Tanya apa, Pak?" sahut Luna sigap
Gio diam sejenak, menelan saliva sambil mengunci tatapan Luna. "Udah berapa lama sejak kita putus, Lun?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless Love
FanfictionKata orang-orang, setiap manusia itu punya keberuntungan dan ujiannya masing-masing. Artinya, jika ada satu sisi kehidupan dari seseorang itu memperoleh keberuntungan, maka akan ada sisi lain yang mendapati ujian. Namun, Luna tidak sepakat dengan it...