Terhitung sudah 5 hari Gio tidak pulang ke unit apartemennya, selalu pulang ke rumah dan berangkat ke kantor pun dari rumah. Semuanya tak sengaja, karena Gio merasa perasaannya sedang tidak karuan seminggu ini. Dia merasa lebih baik bersama orang tuanya di rumah.
Ternyata hal itu membuatnya seolah tak butuh Luna lagi, karena tiap pagi semuanya sudah siap dari rumah. Sarapan dan dasinya sudah aman sejak Gio melangkah keluar rumah. Dari situ, Gio bertanya-tanya, apakah benar kepulangannya ke rumah ini atas perintah alam bawah sadarnya yang ingin mengurangi interaksi dengan Luna?
Luna tidak salah apa-apa, hanya Gio yang terlalu cemburu dengan interaksinya dengan Jayden. Menurut Gio itu, tapi entah kenapa rasanya tidak sesederhana itu. Jika dia memang merasa bersaing dengan Jayden, bukan berarti dia sudah kalah di sini. Jayden pun belum resmi memiliki Luna.
Baiklah, sepertinya Gio harus memperbaiki sikapnya. Jika memang ada persaingan di antara dirinya dan Jayden, bukan berarti dia harus mundur. Gio mengaku, jika dia sudah jatuh cinta pada Luna. Tidak, lebih tepatnya, rasa cintanya belum hilang sejak pertama dia jatuh tiga tahun lalu.
Namun, di pagi hari yang cerah itu, Gio merasa ada yang kurang dari perjalanannya ke kantor. Dia sudah mengingat apa saja yang harus dia bawa hari ini, bahkan sudah mengecek keberadaan di mobilnya berkali-kali. Gio rasa semua sudah lengkap, tapi tetap ada yang ganjil di hatinya.
Sampai akhirnya, Gio membuka ponsel ketika laju mobilnya berhenti di lampu merah. Tidak ada pesan apapun yang masuk, hanya informasi bahwa Danu ingin menemuinya di kantor. Gio mengernyit, pertama, bukannya barusan dia bertemu dengan sang ayah di rumah, kenapa ayahnya tidak bilang langsung? Kedua, bukan tugas Jayden untuk menyampaikan informasi ini. Tapi...
Suara klakson mengembalikan fokus Gio, rupanya lampu sudah menyala hijau di depannya. Dia harus mengemudikan mobilnya lagi, ponselnya dia taruh asal di sisinya. Dalam sisa perjalanannya ke kantor itulah Gio sambil berpikir dan mulai sadar kalau Luna sama sekali tidak menghubunginya pagi ini. Biasanya sekadar ucapan selamat pagi Luna kirimkan sebagai tanda bahwa dirinya sudah siap bekerja.
Begitu sampai di kantor, Gio langsung meraih ponselnya lagi. Dia membuka ruang obrolannya dengan Luna dan mengirimkan pesan dengan seolah-olah memintanya mengirimkan surel tentang jadwalnya seminggu ke depan. Di situ, Gio juga baru ingat kalau Luna belum menyampaikan jadwalnya, tidak biasanya Luna melewatkan pekerjaan penting begini.
Sayangnya, Gio tersadar bahwa pesannya tidak terkirim sama sekali. Langkahnya sampai berhenti melihat keanehan itu, tapi kemudian dia buru-buru melangkah lagi untuk memastikan keberadaan Luna di mejanya. Pasti sudah ada, Gio sudah bilang berkali-kali untuk Luna sampai sebelum dirinya sampai.
Sayangnya lagi, hanya ada Jayden di sana. Gio memperhatikan meja Luna, sudah rapih, beres, tidak ada barang-barang seperti biasa. Tidak, tidak mungkin. Gio berulang kali menepis kemungkinan itu.
"Gio" panggil Jayden sambil perlahan bangkit
"Lo sendirian? Luna sakit?" balas Gio panik
Jayden menghela nafas pelan, "Om Danu manggil lo"
KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless Love
FanfictionKata orang-orang, setiap manusia itu punya keberuntungan dan ujiannya masing-masing. Artinya, jika ada satu sisi kehidupan dari seseorang itu memperoleh keberuntungan, maka akan ada sisi lain yang mendapati ujian. Namun, Luna tidak sepakat dengan it...