09. Pulang

48 11 0
                                    

Akibat dari Gio yang bilang akan pulang ke rumah orang tuanya di akhir pekan ini, Luna juga jadi termotivasi untuk pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akibat dari Gio yang bilang akan pulang ke rumah orang tuanya di akhir pekan ini, Luna juga jadi termotivasi untuk pulang. Sudah cukup lama dia tidak menengok Bundanya di rumah, kali ini adalah saat yang tepat.

Di Hari Sabtu, setelah hibernasi di kasur sampai sore hari, akhirnya Luna berangkat ke sana. Sengaja dia berangkatnya saat sore, karena memang dia tidak berniat lama-lama di sana. Memang kesannya Luna ini egois, meninggalkan Bundanya yang sudah cukup tua itu untuk hidup sendirian. Tapi mau bagaimana, Luna juga punya luka yang harus dia sembuhkan di luar rumah itu.

Luna sampai di sana sekitar pukul empat sore, langsung disambut sang Bunda dengan hangatnya. Pelukan itu yang membuat Luna selalu rindu, tapi pelukan itu pula yang membuat Luna ingin menyerah. Iya, menyerah akan hidupnya, karena keberadaannya hanya menciptakan beban baru bagi sang Bunda.

"Kok nggak bilang mau pulang sih? Bunda kan bisa masak enak buat kamu" ujar Tari lembut

Senyum Luna mengembang, "Sengaja, biar surprise"

"Hm, pakai surprise-surprise segala. Malam ini nginep, kan?" balas Tari

Luna terdiam, dia mengembangkan senyum tipisnya sebelum menatap Bundanya dengan lembut. Lantas, dia menggeleng, "Luna sekarang udah punya kerjaan di kantor yang bagus, jadi asisten bos. Jadi, weekend kayak gini juga tugas Luna banyak. Makanya, baru sempat ke sininya sore"

Tari mengangguk sambil tersenyum tipis, dia usap punggung sang bungsu dengan lembut. "Ya udah, nggak apa-apa. Yang penting jangan sampai lupa istirahat ya! Jangan sampai kelewat juga makannya! Okay? Anak Bunda nggak boleh sakit"

Rasanya, air mata sudah mendesak untuk dikeluarkan di pelupuk Luna. Tapi dia tahan sekuat tenaga, tidak boleh ada yang melihat air matanya. Cukup Dara saja yang tahu bagaimana sulitnya hidup Luna selama ini, orang lain tidak boleh tahu, terutama Tari.

"Bunda" panggil Luna lembut

"Iya, sayang" sahut Tari

"Bunda kecewa sama Luna?" tanya Luna lirih

Tari mengernyit, "Kecewa apa sih? Mana pernah Bunda kecewa sama anak Bunda ini, yang ada malah Bunda bangga bisa punya Luna. Luna nggak pernah buat Bunda kecewa"

Senyum Luna mengembang tipis, "Makasih, Bunda"

Padahal Luna menganggap dirinya lebih dari sekadar mengecewakan, anak mana yang tega meninggalkan ibunya seorang diri hanya untuk kelegaan pribadinya. Hanya Luna, hanya Luna yang egois memikirkan dirinya sendiri untuk itu.

Luna benar-benar tidak menginap di sana, sekitar pukul 8 malam itu dia memutuskan pamit dari sana. Tapi, dia tidak langsung pulang, Luna merasa ingin bertemu Dara dulu. Makanya, dia datangi Dara di kafenya yang sedang sibuk.

Kafe Dara itu letaknya di dekat kampus, jadi setiap malam memang ramai oleh mahasiswa yang mengadakan pertemuan atau sekadar nongkrong. Keramaian itu semakin parah di malam minggu ini, Luna sampai harus ke bagian sudut untuk mendapatkan tempat duduk.

Limitless LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang