"Kapan ya pacarku ini bisa clingy ke aku?"
Gio tertawa pelan sambil mengusap puncak kepala Luna, "Kapan-kapan"
"Hm, kalau udah jadi suami nanti bakal clingy nggak?"
"Emang mau nikah sama aku?"
"Mau, tapi nggak bisa sekarang"
"Kenapa?"
"Maaf, Mas. Aku beneran nggak bisa sekarang"
"Itu yang bikin kamu pesimis sama hubungan kita, Lun?"
"Iya, karena aku tahu nunggu itu capek. Kamu mungkin bakal menyerah, makanya aku udah rela kalau emang kamu mau lepasin aku"
Putaran suara-suara itu membawa pandangan Gio berputar-putar ke sebuah objek putih yang tinggi. Awalnya buram, beberapa kali mengerjap dan akhirnya jadi jelas.
Biarpun pandangannya sudah jelas, tapi kepalanya masih berat dan terasa nyeri di kening. Niat Gio ingin mengangkat tangan kanan untuk memegangi kepala, tapi tangannya yang itu seolah mati rasa tak mampu bergerak. Berulang kali Gio berusaha menggerakkannya, tapi tetap nihil. Sampai akhirnya Gio menoleh ke sana dan menyadari ada seseorang yang tengah menindih tangannya yang itu.
Seseorang itu mulai terusik akan usaha Gio menggerakkan tangannya, dia perlahan bergerak dan perlahan pula mengangkat kepalanya. Gio masih memperhatikan, sampai wajah si perempuan itu tertoleh padanya dan membuat Gio tiba-tiba teringat akan mimpi yang tadi membawanya ke alam nyata.
"Mas, kamu udah sadar? Aku panggil dokter dulu, bentar" seru Luna heboh, langsung bangkit dari duduknya untuk menekan tombol di telepon ruangan
"Jam berapa, Lun?" tanya Gio serak
"Jam 6 pagi" jawab Luna sebisanya, karena bertepatan dengan kedatangan seorang dokter jaga
Dokter itu langsung mengerahkan alat-alat sederhananya untuk memeriksa Gio, termasuk bertanya beberapa hal pada Gio terutama tentang nafasnya yang masih sesak atau tidak. Karena Gio menggeleng, dokter tadi langsung melepas oksigen yang terpasang di hidung Gio. Setelahnya, dokter itu pamit pergi.
Luna tiba-tiba menekuk bibirnya ke bawah setelah hanya berdua dengan Gio, lalu dia berbalik badan untuk membuka tirai jendela yang tinggi itu, dia biarkan cahaya matahari yang belum begitu terik itu masuk sepenuhnya.
"Papa sama Mama baru pulang tadi pagi, Bang Gavin sama Kak Jihan udah pulang dari semalam" jelas Luna tanpa ditanya sambil dia menarik tirai tinggi itu bergantian
"Kamu?" sahut Gio
"Aku apa?" ketus Luna
"Kamu nggak pulang?"
"Menurut kamu?"
Gio menghela nafas pelan, "Pagi-pagi udah ngomel aja sih, aku pusing dengernya"
"Ya makanya kalau orang ngomong tuh didengerin, siapa suruh minum alkohol tiap malem kayak gitu, hah? Gini kan akibatnya? Minimal mikir akibat kalau mau berbuat sesuatu itu, jangan asal!" sambung Luna masih mencerocos
KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless Love
FanfictionKata orang-orang, setiap manusia itu punya keberuntungan dan ujiannya masing-masing. Artinya, jika ada satu sisi kehidupan dari seseorang itu memperoleh keberuntungan, maka akan ada sisi lain yang mendapati ujian. Namun, Luna tidak sepakat dengan it...