Perseturuan Tiada Ujung

97 3 0
                                    

Hari semakin sore dengan segera aku mengajak Jennie untuk beristirahat setelah puas bermain dengan Anak-anak yang kini sudah terlelap di kamar mereka.

"Baby tidur yuk? Anak-anak udah tidur nyenyak sayang"Ajakku mengelus bahunya karena saat ini kami sedang memandangi Baby Gavin dan Baby Grace yang terlelap

"Mereka sangat lucu ya Hon, rasa aku tidak rela anak kita tumbuh besar. Aku tidak mau mereka merasakan kejamnya dunia ini"Gumam Jennie

"Baby, dengarkan aku"Ucapku mencangkup wajahnya perlahan membuatnya menatapku sendu

"Anak-anak akan pasti akan tumbuh mereka akan paham dan mengerti bagaimana kejamnya dunia ini sayang. Percayalah Gavin dan Grace akan selalu menjadi Bayi kita selamanya. Walaupun kelak mereka memiliki kehidupan baru mereka akan tetap bersama kita. Kamu mommy yang hebat, kuat sayang. Aku yakin Twins akan bangga memiliki mommy sepertimu"Ucapku

"Hiks, hiks hon maaf membuatmu kecewa dan sakit hati karena tingkahku dan foto itu"gumam Jennie tangisnya kembali pecah segera kutarik kedalam pelukanku membiarkan dirinya untuk meluapkan semuanya.

"Siapa yang tidak kecewa dan sakit hati melihat Istri Nya pergi tanpa pamit, ditambah fakta baru jika Jennie bertemu dengan lelaki walaupun belum valid benar atau tidaknya jelas membuat sangat kecewa dan sakit hati. Hampir 1 minggu aku mengacuhkannya hanya untuk menenangkan diriku. aku terlalu gegabah termakan informasi mengenai foto itu, yang memang itu bukti nyata bukan editan. Dengan bodohnya aku memarahi Jennie tanpa menanyakan terlebih dahulu, sampai akhirnya traumanya kambuh karena kecemasannya jika anak-anak dibawa oleh Appa dan tindakan Jisoo yang kelewat batas membuat trauma akan kekerasannya kembali."

"Kenapa aku bisa mengetahui trauma Jennie kembali, pertama tatapannya begitu kosong, pada saat aku memintanya membuka baju aku merasakan ketegangan dirinya karena takut aku menyakitinya. Sampai akhirnya Jennie mimisan karena suhu tubuhnya sangat meningkat, deru nafasnya yang berbeda sampai sekarang. Membuatku semakin yakin jika traumanya telah kembali, namun gadis kesayanganku ini berusaha mengontrolnya"

"Kekamar yuk, kita bobo"Ajakku segera mengangkatnya ke dalam gendonganku

Perlahan aku membawanya menuju kamar kami, berpapasan dengan para sahabatku yang sudah kembali.

"Li lo kenapa gak kekantor?" Tanya Seulgi

"Nanti gua jelasin, gua kekamar dulu"Jawabku harus segera membawa Jennie karena gadis mungilku ini mengeratkan pelukannya dan semakin terisak

"Je gak papa li?"Tanya irene

"Gak papa, kalian istirahatlah"Jawabku

clek

Brak

"Baby, atur nafasnya sayang. Jangan seperti ini ya. Ayo atur nafasnya, percaya denganku kamu tidak akan mendapatkan kekerasan lagi. Tenang ya"ucapku mengelus punggungnya

"Hiks hiks aku takut, dia menampar aku lili"

"hiks hiks aku gak mau bertemu dengannya"

"iya sayangku, ngga kok ngga ya. lili akan menjagamu" Sahutku berusaha menenangkannya

Sejak aku kenal dengan Jennie, aku tak pernah bermain tangan terlebih saat Gathering itu aku kelepasan menarik tangannya dengan kasar itu saja sudah membuatku sangat bersalah kala itu. Apalagi setelah tau jika Gadis kesayanganku ini mengalami depresi dan trauma berat, aku sudah berjanji pada diriku sendiri semarah apapun itu, aku usahakan tidak menyakiti fisiknya. Aku tau Jennie takut karena melihat Jisoo yang baru sampai tangga, dengan cepat aku membawanya ke kamar jika tidak Jennie bisa mengamuk histeris lagi.

"Sayangnya lili bobo ya, sini sini peluk sini"Ajakku setelah membaringkannya dan memasangkan oksigen untuknya

"Humm, aku takut"cicit Jennie

Tak Segampang Itu JENLISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang