Blaze dan Ice duduk di bangku taman, mereka memperhatikan adik kelas mereka, Supra dan Glacier, yang sedang berbicara dengan suara pelan. Pada awalnya percakapan dua orang itu biasa saja, perlahan nada suara mereka mulai terdengar keras.
Ice dan Blaze saling menukar pandangan, penasaran dengan pembicaraan mereka.
Supra akhirnya bicara dengan nada frustasi. "Bang Glacier, kenapa lo biarin Bang Frostfire ngambil uang orang tua kita tanpa izin? Gue tahu lo nggak setuju, tapi lo tetap aja diam."
Glacier terlihat tak nyaman. "Gue udah ngomong sama dia. Frostfire cuma butuh uang buat jalan-jalan kita nanti, dia bilang bakal balikin."
Supra mendengkus kasar. "Tapi ini soal uang, Bang! Dia bahkan nggak nanya dulu. Kalo ketahuan, bisa aja dia dianggap pencuri."
Blaze yang mendengarkan dari dekat, mulai tertarik dengan apa yang terjadi. Dia mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, sementara Ice menyikut abang kembarnya itu, memberi kode agar tetap tenang dan membiarkan mereka berbicara.
Glacier menghela napas pelan. "Gue tahu, Supra. Tapi gue percaya sama Frost. Dia selalu bertanggung jawab. Lo nggak perlu terlalu khawatir."
Supra melipat tangan di dadanya. "Jadi lo mau dia terus-terusan ngambil uang tanpa izin cuma karena kita adiknya?"
Blaze akhirnya menyela. "Tunggu dulu. Jadi Frostfire ngambil uang tanpa izin dari orang tua kalian?" Dia menatap Glacier dan Supra bergantian.
Supra menegang mendengar suara Blaze yang tiba-tiba menyela. "Uh ... Iya, Kak. Tapi-"
Blaze memotong ucapan Supra. "Kalau dia bisa begitu sama orangtua sendiri, apa dia nggak bakal ngelakuin hal yang sama ke orang lain? Enteng banget kalian biarin dia kayak gitu."
Glacier mencoba membela Frostfire, meskipun dia tahu ucapan Blaze ada benarnya. "Bang Frost nggak ada niat jahat, Kak Blaze. Dia cuma ... Kadang suka asal bertindak aja."
Ice yang sedari tadi diam, akhirnya ikut bicara. "Kalau kalian merasa nggak nyaman dengan caranya, kenapa nggak bicarain lebih serius? Kadang orang nggak sadar kalau cara yang mereka pilih itu salah."
Saat pembicaraan itu berlangsung, Sori, Gentar, dan Sopan tiba-tiba muncul di taman belakang, rupanya tanpa sengaja mendengar sepintas kata-kata Blaze. Ketiganya saling melirik, kemudian mendekat ke arah Supra dan Glacier.
Gentar berdiri di depan Supra. "Tunggu! Ini beneran Bang Frostfire ngambil uang orangtua kita tanpa izin?" tanyanya, memandang abang sulungnya.
Sopan terlihat khawatir. "Kenapa Bang Frost ngelakuin hal kayak gitu? Kalau ketahuan, ini bisa jadi masalah besar buat kita semua."
Sori memandang Glacier dan Supra dengan ekspresi bingung. "Kalian tahu hal ini sejak kapan? Kenapa nggak ada yang bilang sejak awal?"
Glacier mencoba menenangkan para sepupunya. "Tenang dulu, ini nggak seperti yang kalian pikir. Frostfire cuma ambil sedikit, katanya bakal dibalikin lagi nanti. Dia nggak bermaksud buruk ke keluarga kita."
Glacier merasakan jantungnya berdebar kencang. Tiba-tiba, pembicaraan yang tadinya hanya melibatkan dirinya, Supra, dan Blaze serta Ice, kini menjadi semakin tegang.
Kehadiran Sori, Gentar, dan Sopan membuat masalah yang tadinya terasa kecil, kini membesar menjadi sebuah bom waktu yang siap meledak.
Pandangan Glacier beralih dari satu wajah ke wajah lainnya. Supra, adik sepupunya yang biasanya pendiam, kini terlihat sangat marah. Sori, Gentar, dan Sopan, adik-adiknya yang lain, terlihat khawatir dan bingung.
Sementara itu, Blaze dan Ice, kakak kelasnya yang awalnya hanya menjadi pendengar dan memberikan nasihat, sekarang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)
FanfictionSetelah Blaze dan Ice sudah akur dan Ice tak dirundung Blaze lagi. Semua masalah telah mereka selesaikan, suatu hari mereka bertemu dengan murid baru yang menjadi adik kelas mereka dengan kepribadian buruk, apakah mereka akan membantu adik kelas mer...