43. Temenan yuk!

173 41 44
                                    

Ice akhirnya setuju untuk tinggal bersama Halilintar dan Blaze. Namun, ia tetap menjaga jarak dengan Blaze.

Ice melangkah masuk ke kamar kos yang sudah disiapkan untuknya. Halilintar dan Blaze telah menyiapkan segalanya dengan rapi. Sebuah kasur baru sudah terbentang di sudut ruangan, meja belajar sederhana, dan ruang kosong khusus untuknya di lemari pakaian.

Dengan hati-hati, Ice mulai menata pakaiannya ke dalam lemari. Satu per satu baju-baju itu digantung dengan rapi. Setiap kali ia menyentuh pakaiannya, kenangan masa lalu kembali terngiang di benaknya. Kenangan tentang rumah yang penuh kekerasan.

"Oh, penghuni baru, udah mulai tinggal bareng sama kakak-kakak lo?"

Suara yang tak asing menyapa indra pendengaran Ice, pemuda itu menoleh ke belakang, terlihat Solar bersandar di pintu.

Ice sedikit ragu karena Solar terlihat tak ramah pada semua orang. "Iya," balasnya.

"Selamat datang, oh iya. Gue minta tolong temenin kakak kembar gue di sini ya? Dia cuma sebentar doang ke kos ini, gue males ngobrol sama dia," kata Solar sebelum pergi keluar dari kos dengan membawa kunci motor.

Ice bahkan belum sempat membalas ucapan pemuda berkacamata visor oranye itu, orangnya sudah pergi duluan dengan raut wajah tak ramahnya.

"Solar!" teriakan Duri yang mencari-cari adik kembarnya sampai ke depan kamar yang sedang ditempati Ice.

"Tadi Solar keluar, kamu bisa nunggu dia sambil ngobrol sama aku," kata Ice.

Duri seketika murung, tapi tak lama kemudian dia mengangguk semangat. Pemuda itu membantu Ice menata baju ke lemari lalu Ice dengan sabar mendengarkan Duri yang banyak bercerita.

Ice menghela napas panjang, Duri stok oksigennya ada sebanyak apa sih? Kenapa dia kuat bicara banyak hal dalam satu tarikan napas?

Contohnya seperti ini, Duri menceritakan tentang Solar yang terlalu menjaga jarak darinya dan orangtua mereka.

Ice dengan telaten menyimak semua omongan Duri tanpa menyelanya. Justru Ice sekarang merasa kasihan pada napasnya Duri.

"Kamu minum dulu," kata Ice sambil menyodorkan sebotol minum, sekarang mereka sudah ada di depan televisi.

"Makasih," ucap Duri dengan senyum ramahnya, matanya menyipit saat tersenyum.

"Sama-sama."

Ice meraih remot televisi lalu menekannya, dia tersentak kaget karena muncul berita penangkapan mamanya- maksudku mama asuhnya bukan mama kandungnya, kan mama kandungnya sudah tewas dibunuh sang ayah.

"E-eh, kamu pasti gak nyaman kalau Duri nanya ini. Itu beritanya tentang kamu yang jadi korban kekerasan di rumah, kan?" Duri bertanya dengan hati-hati.

"Um, tanpa ku jelasin juga kamu udah baca sama denger beritanya." Ice mengangguk ragu-ragu.

"Tenang aja, Duri nggak akan nanya banyak-banyak." Duri menekan remot yang ada pada tangan Ice.

Layar televisi beralih ke acara kesukaan Duri yang menampilkan kartun. Ice sedikit tertawa karena tingkah Duri yang menepuk pundak Ice sambil menunjuk layar ketika ada karakter favoritnya.

Dua pemuda di depan televisi itu terlihat senang, meskipun berbeda ... Ice tak merasa sesenang itu karena berita tadi. Sedangkan Duri hanya mencoba menghibur Ice dengan caranya sendiri.

Ice berusaha tersenyum tipis, membalas usaha Duri untuk menghiburnya. Namun, bayangan masa lalunya terus menghantuinya.

"Duri, aku boleh tanya sesuatu?" Ice akhirnya membuka suara, suaranya terdengar berbisik.

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang