61. Pergi lo!

172 35 42
                                    

Saat jam istirahat, Solar duduk sendirian di bawah pohon besar di sudut lapangan sekolah. Namun, kedamaian itu segera terganggu ketika suara langkah kaki terdengar mendekat.

Solar mendongak dan melihat Raka, kakak kelas yang kemarin merundung Ice di kantin, berjalan menghampirinya.

Solar hanya melihat Raka yang mendekat, Solar menunggu apa yang akan dilakukan oleh kakak kelas itu.

Solar meringis kesakitan ketika tangan kanannya diinjak keras oleh Raka. "Lo mau apa?" Solar bertanya, ringisan sakitnya tertahan.

Raka semakin menekan kakinya yang menginjak tangan Solar. "Tangan lo ini kemarin hampir nusuk leher gue pake garpu cuma gara-gara mau ngelindungin temen lo itu," katanya.

Raka melanjutkan, "Sekarang gue bakal bikin lo nyesel karena ikut campur."

Solar semakin merasakan punggung tangan kanannya terasa perih. Injakan Raka semakin ditekan pada tangan Solar.

"Sekarang lo minta maaf ke gue kalau mau gue lepasin tangan lo!" perintah Raka.

"Ogah," balas Solar, dia masih bertahan meskipun tangannya sudah sangat sakit.

Raka semakin kesal mendengar penolakan Solar. Tangan Solar yang diinjaknya sudah mulai bergetar, Solar tetap menatap Raka dengan tajam. Pemuda berkacamata visor itu menolak untuk tunduk.

"Lo emang keras kepala ya," desis Raka, semakin menekan kakinya ke tangan Solar. "Gue kasih lo satu kesempatan terakhir. Minta maaf atau gue bakal bikin lo gak bisa pakai tangan itu lagi!"

Tangan kirinya Solar gerakkan untuk menyingkirkan kaki Raka, tetapi Raka semakin menginjak tangan kanan Solar dengan kuat.

"Ugh!" Solar menahan teriakannya, dia tak ingin ada yang melihat kejadian ini.

"Minta maaf ke gue," kata Raka, tatapannya sinis pada Solar.

Sial, kenapa saat seperti ini Sirius malah tak muncul? Tapi Solar tak masalah sih kalau kepribadian gandanya itu tak muncul. Bisa-bisa Sirius kalau muncul, Solar akan menusuk kakak kelas di depannya dengan benda tajam.

Seperti saat kemarin Solar meraih garpu itu, untunglah Solar tak sampai menusuk kakak kelasnya itu karena dia sudah sadar, dan kepribadian gandanya menghilang sebentar.

Saat ini Solar benar-benar merasakan punggung tangan kanannya sudah memar. Ringisan lolos dari mulutnya, Solar ingin sekali melawan tapi rasa sakit pada tangannya membuatnya tak fokus.

Raka semakin kasar, menekan kakinya lebih dalam ke tangan Solar yang sudah memar. Solar menggigit bibirnya kuat-kuat, tak ingin suara kesakitan lebih dari sekadar ringisan lolos. Solar tak ingin terlihat lemah, terutama di depan Raka.

"Lo denger gak, Solar?" bentak Raka, suaranya kini lebih keras. "Gue gak main-main. Ini kesempatan terakhir."

Namun, sebelum Solar sempat menjawab atau bertindak lebih jauh, suara lain tiba-tiba memecah ketegangan di antara mereka.

"Woi!" teriakan dari suara yang tak asing membuat Solar menoleh.

"Taufan?" gumam Solar, dia melihat Raka didorong kasar oleh Taufan.

Solar tersentak kaget saat Taufan langsung memegang pundaknya.

"Sakit banget? Ayo gue bawa ke UKS," kata Taufan, tangannya gemetar berusaha menahan amarahnya.

"Gak perlu," balas Solar dengan ketus, tangan kanannya memar cukup parah, Solar bergerak sedikit tangannya terasa berdenyut, ringisan lolos dari mulutnya untuk kesekian kalinya.

"Lo kenapa sih? Ketus mulu sama gue," balas Taufan, dia merasa frustasi karena Solar ketus lagi padanya.

"Berhenti ngemis-ngemis jadi temen gue, Taufan," kata Solar dengan suara yang ditekan.

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang