65. Pembelaan untuk Taufan

256 41 47
                                    

Blaze segera menarik Ice dan menyembunyikan kembarannya di belakang punggungnya. Darah masih mengalir dari bekas jahitan pipinya yang kembali terbuka, tetapi Blaze mengabaikan itu demi Ice.

"Bang Hali, itu pisau, ayo pergi aja!" seru Blaze, rasa nyeri pada pipinya terasa semakin menyiksa.

"Kalau gue lepas, bajingan ini bakal nyerang kalian," kata Halilintar.

"Bang Hali," gumam Ice, dia agak terkejut ketika Halilintar bisa bergerak tadi. Padahal biasanya abangnya itu akan diam mematung begitu saja kalau melihat pisau.

Taufan menghentikan larinya, dia menghela napas lega karena Halilintar ternyata bisa mengatasi rasa traumanya. Gempa juga membantu Halilintar menahan tangan Raka, karena Gempa melihat kakak kelasnya itu kalah tenaganya dengan Raka.

Solar sendiri sudah berdiri di belakang Ice, dia mengawasi Raka yang masih memegang pisau.

Kepribadian gandanya ingin sekali menghajar Raka saat ini. Sirius berusaha menahannya sampai sekarang karena tangan kanan Solar saat ini memar, dan masih diperban.

"Lo semua bakal kena akibatnya kalau ngelawan," gumam Raka, dia tak habis akal meskipun tangan kirinya yang memegang pisau ditahan.

Tangan satunya Raka gunakan untuk memindahkan pisau lalu mengarahkannya pada Gempa.

"Gempa!" teriak Taufan ketika melihat adik kembarnya hampir tergores pisau kalau saja Solar tak menariknya dengan ekspresi datar.

Taufan gemetaran, tangannya meraih nampan yang ada di meja kantin sampingnya. Matanya melebar ketika melihat tangan kanan Solar yang luka ditendang Raka lalu Gempa diserang lagi.

Kali ini serangan itu membuat tangan Gempa tergores.

"Lo bajingan!" Taufan berteriak sambil memukulkan nampan besi pada kepala Raka.

Ketika Raka menyerang Gempa tadi, Halilintar lebih memilih mendahulukan Blaze yang jahitan pada pipinya terbuka lagi.

"Blaze, ayo ke UKS, ada dokter. Kebetulan beliau bisa jahit luka lo," kata Halilintar, dia meringis ngilu ketika melihat Taufan memukul kepala Raka dengan nampan besi.

"Ice, lo bawa Blaze! Gempa sama Solar ke UKS barengan sana! Gue mau hentiin Taufan," kata Halilintar sambil menoleh kearah Taufan.

Setiap pukulan yang dilancarkannya ke kepala Raka membuat dentingan logam bergema di seluruh kantin, disertai suara jeritan dan teriakan panik dari para siswa lainnya. Wajah Raka kini berlumuran darah, tetapi Taufan tak peduli.

"Taufan, stop! Lo bisa bunuh orang," kata Halilintar, dia menarik lengan Taufan agar berhenti.

Taufan menoleh pada temannya itu lalu kembali menoleh pada Raka yang kehilangan kesadarannya.

Taufan menjatuhkan nampan besi itu, dia menatap tangannya sendiri yang gemetar, Taufan menoleh ke pintu kantin, di sana dia melihat punggung Gempa yang menuju UKS bersama yang lainnya.

"A-apa yang udah gue lakuin?" gumam Taufan, dia menutup wajahnya dengan tangannya yang masih gemetar.

Halilintar merangkul pundak Taufan, dia membantu Taufan berjalan keluar dari kantin. "Jangan takut! Kami bakal belain lo," bisiknya sambil mengusap pundak Taufan.

Di luar kantin yang penuh dengan sisa-sisa kegaduhan, Halilintar menemani Taufan yang masih tertekan. Dia sesekali menepuk-nepuk pundak Taufan.

Setelah keluar dari kerumunan, Halilintar meraih tangan Taufan yang masih gemetar, menggenggamnya erat.

"Udah, Fan, nggak apa-apa. Ayo, gue anter pulang," ucap Halilintar. Dia tahu perasaan Taufan saat ini, dan tak ingin meninggalkan temannya sendirian.

Halilintar segera menuju kelas XI IPA 1, mengambil tas Taufan di bangku Taufan. Halilintar menyampirkannya di pundaknya lalu kembali menghampiri Taufan yang berdiri di luar kelas.

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang