62. Kesal

137 32 47
                                    

Solar dan Halilintar berjalan beriringan menuju UKS. Luka memar di tangan kanan Solar masih terasa perih. Solar berusaha mengabaikan rasa perih itu. Sejak tadi Halilintar hanya diam, sesekali melirik Solar yang berjalan di sampingnya.

Sesampainya di UKS, petugas di UKS segera mengobati luka Solar. Selama dirawat, Solar berusaha bersikap biasa saja.

"Gue balik duluan, Taufan udah nungguin gue di kelas," kata Halilintar.

"Nanti adek-adek gue bakal nemenin lo, karena kalian sekelas, jadi lebih gampang kalau mau minta tolong," kata Halilintar, dia tersenyum tipis sebelum keluar dari UKS.

Solar merebahkan diri di atas kasur UKS sambil menunggu Blaze dan Ice datang sesuai perkataan Halilintar tadi.

"Solar?" suara terdengar dari balik pintu.

Blaze dan Ice masuk, ekspresi mereka menunjukkan bahwa mereka khawatir. Ice langsung duduk di samping Solar.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Ice, tatapannya beralih ke tangan Solar yang diperban.

Solar mengangguk pelan, meski rasa nyeri di tangannya masih bisa Solar rasakan. "Gak separah itu, cuma memar aja," jawabnya.

Blaze berdiri di samping Ice, dia menghela napas. "Katanya Bang Hali, si Raka ngancem lo. Dia gak terima lo nyelamatin Ice waktu itu," ujarnya.

"Bukan karena itu doang, Raka kagak terima karena gue hampir nusuk leher dia pake garpu demi nyelamatin Ice," balas Solar, tatapannya menjadi tajam, kesal sekali rasanya saat ini.

"Nanti lo makan sama mandinya gimana? Tangan kanan lo kan luka?" Blaze bertanya sambil menyentuh sedikit perban pada tangan Solar.

"Gue baru kepikiran, yaudahlah pake tangan kiri juga bisa," balas Solar, dia menarik tangannya menjauh dari Blaze.

"Tumben gak ketus, Solar. Biasanya kamu ketus ke semua orang," kata Ice tiba-tiba.

Solar terdiam, dia membuka mulutnya seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi ia urungkan niatnya. Solar mendengkus pelan, sebelum berbalik memunggungi mereka.

"Pulang ke kos gue bareng, boncengin gue pake motor gue," kata Solar tanpa melihat dua teman sekelasnya itu.

"Dasar pemalu," ejek Blaze, dia menyadari kalau Solar menyembunyikan ekspresinya yang sedang menahan malu.

"Udah Blaze, jangan diledekin!" tegur Ice pada kakak kembarnya itu.

Blaze hanya tertawa sambil menggaruk kepalanya. Blaze tahu Solar tidak akan marah, tapi dia juga tahu bahwa Solar tidak suka diejek seperti itu.

Solar tidak menanggapi ejekan Blaze, dia masih merebahkan dirinya di atas ranjang UKS.

"Solar, lihat sini dong!" seru Blaze, mencoba menjahili Solar lagi.

"Lo kalau gitu lagi gue tendang," ancam Solar.

Di dalam kelas, Taufan terlihat gelisah. Isi otaknya sekarang hanya memikirkan keadaan Solar, tetapi dia tidak berani pergi ke UKS.

Setiap kali Taufan mencoba mendekati Solar, dirinya selalu saja mendapatkan penolakan. Namun, sikap Solar tak membuatnya menyerah. Taufan tahu ada alasan di balik ketusnya Solar, terutama setelah melihat kepribadian gandanya, Sirius yang muncul.

Beberapa saat kemudian Halilintar masuk ke dalam kelas. Taufan langsung bangkit dari kursinya dan menghampiri Halilintar yang sedang berjalan menuju bangkunya.

Taufan menepuk pundak teman sekelasnya itu. "Hali, gimana keadaan Solar? Tangan dia yang diinjak Raka parah?" tanyanya dengan nada khawatir.

Halilintar menghela napas sambil meletakkan tasnya di meja. "Solar bilang cuma memar. Lo tahu sendiri Solar kayak gimana, nggak suka kelihatan lemah," jawabnya sambil menatap Taufan.

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang