Gempa menghela napas beberapa kali setelah melihat hasil tes DNA yang menunjukkan bahwa, pasangan suami istri yang ada di depannya adalah orangtua kandungnya.
"Saya minta maaf atas kelakuan saya yang tidak sopan kemarin lusa ... Tapi saya masih belum bisa menerima kehadiran kalian," kata Gempa, dia tersenyum paksa.
"Tidak apa-apa, kami paham. Kami masih menunggu Gempa agar mau menerima kami sebagai ayah dan ibu kandungmu."
Gempa hanya mengangguk, dia mengantarkan orangtuanya keluar panti asuhan.
Gempa memperlihatkan senyum ramahnya, tentu saja dia terpaksa tersenyum seperti itu karena dia masih tidak nyaman. Kenapa setelah 16 tahun Gempa di sana, orangtuanya baru mencarinya?
Wajar saja kan kalau Gempa merasa kurang nyaman. Ah, dia juga baru sadar kenapa wajahnya agak mirip dengan kakak kelasnya, ternyata mereka kembar. Dulu Gempa terlambat setahun ketika daftar sekolah, jadi kembarannya Gempa sudah kelas XI, sedangkan dia masih kelas X.
Gempa membaca lagi hasil tes DNA itu, bahkan beberapa dokumen lainnya yang menunjukkan akta kelahiran Gempa membuat kepalanya terasa pusing.
"Jadi, nama lengkapku Gempa Zidan Athala?" gumamnya, dia teringat kakak kelasnya yang sering merundung siswa di sekolah.
"Nggak nyangka aku kembarannya dia," gumamnya sebelum melipat hasil tes DNA, dan dokumen lainnya dengan asal lalu memasukannya ke dalam saku.
Gempa baru saja ingin kembali masuk ke dalam panti asuhan, tetapi Halilintar tiba-tiba muncul di depannya.
"Assalamualaikum, Gem. Itu tadi kayaknya orangtuanya Taufan, mereka kenapa kesini?" Halilintar bertanya, dia baru saja mencari info lowongan kerja paruh waktu, kebetulan dia lewat depan panti asuhan dan melihat Gempa.
Gempa menggaruk kepalanya, dia melirik ke arah lain. "Waalaikumsalam. Ada urusan pribadi, maaf Bang Hali, ini privasi bagi penghuni juga pengunjung panti asuhan," jawabnya.
Halilintar hanya menatap bingung ke pemuda yang sebenarnya sebaya dengannya itu.
"Oh, oke."
Halilintar segera pergi dari sana setelah membicarakan tentang Blaze yang masih merundung Ice. Gempa juga melaporkan kalau adiknya Halilintar itu masih semena-mena pada Ice.
"Duh, si Blaze itu awas aja kalau gue udah dapat kos. Gue seret pulang supaya gak nyiksa anak orang," gumam Halilintar sambil mengepalkan tangannya dengan erat.
Halilintar menghentikan langkahnya, lah dia baru sadar wajah Gempa agak mirip dengan Taufan saat Gempa tidak memakai topi tadi.
"Mungkin ... Ah, pasti kebetulan mirip doang. Mereka kayak bulan dibelah kapak kalau emang kembar," gumam Halilintar sambil melanjutkan jalannya, dia asal ngomong, tidak tahu peribahasa yang benar.
•
Gempa kembali masuk ke dalam panti asuhan, pikirannya masih berputar-putar pada kejadian tadi. Dia mencoba menenangkan diri dengan berjalan-jalan di sekitar panti. Gempa tersentak kaget ketika mendengar suara Ice dan Blaze di pinggir jalan. Dia memilih untuk memperhatikan mereka dari kejauhan.
Blaze menunjuk-nunjuk sepatu yang dibelikan Ice. "Duh, ini tuh salah ukuran Ice, lo bisa beli sepatu buat gue yang bener gak sih?" bentaknya.
"Maaf Blaze, aku salah ambil. Nanti aku tuker lagi," kata Ice, berusaha membuat Blaze berhenti memarahinya.
Gempa hanya menghela napas panjang, sudah biasa melihat dua teman sekelasnya itu. Blaze setiap hari selalu merundung dan kasar pada Ice. Tiba-tiba dia melihat Taufan yang datang mendekat ke Blaze. Gempa refleks bersembunyi di balik pohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)
FanfictionStart 24 Mei 2024. End 20 November 2024. Setelah Blaze dan Ice sudah akur dan Ice tak dirundung Blaze lagi. Semua masalah telah mereka selesaikan, suatu hari mereka bertemu dengan murid baru yang menjadi adik kelas mereka dengan kepribadian buruk, a...