20. Tawaran yang mencurigakan

289 42 9
                                    

Halilintar dan Blaze mengintip dari balik jendela, memastikan orangtua Taufan sudah benar-benar pergi. Kemudian mereka masuk ke dalam rumah dan menghampiri Taufan yang sedang duduk di sofa, wajahnya terlihat murung.

"Lo kenapa?" tanya Blaze, berusaha memecah keheningan.

Taufan mendongak, matanya terlihat sayu. "Capek," jawabnya singkat.

Blaze menggaruk kepalanya, merasa canggung. "Gue pergi dulu dah, ke rumahnya Ice, gue juga harus sesekali bersihin kamar tamu sendirian soalnya Ice lagi sakit terus dijagain Gempa," katanya.

"Gempa ada di sana?" tanya Halilintar sambil membuka ponselnya.

"Iya, kenapa?"

"Gempa nggak pulang ke panti asuhan? Jam segini biasanya dia jagain adek-adeknya lah," kata Halilintar sambil melihat jam.

"Sejak kapan Gempa tinggal di panti asuhan?" Blaze bertanya karena baru tahu kalau teman sekelasnya sejak SMP itu anak panti.

"Sejak lahir lah, lo gimana sih, Blaze? Gue yang cuma ngehubungin Gempa buat ngawasin lo selama gue di asrama aja tahu, kok lo bisa nggak tahu." Halilintar menggeleng pelan.

Blaze terdiam mendengar penjelasan Halilintar. Ia merasa tidak enak hati karena selama ini tidak pernah benar-benar mengenal Gempa.

"Ya iyalah, mana ada yang mau ngasih tahu kalau dia anak panti. Lagian, Gempa juga nggak pernah cerita tentang keluarganya," sahut Halilintar.

Taufan hanya menyimak percakapan Blaze dengan Halilintar, dua kakak beradik itu seperti melupakan keberadaan Taufan.

"Gue lapar, beliin gue makan!" seru Taufan sambil melempar selembar uang seratus ribu pada Halilintar.

Taufan benar-benar menguji kesabaran Halilintar, sepertinya menyiram Taufan dengan air saja tidak cukup. Lama-lama Halilintar ingin mengamuk saja rasanya, Blaze yang melihat abangnya dijadikan babu oleh Taufan hanya bisa menepuk pundak Halilintar.

"Sabar, Bang."

Halilintar menghela napas lalu pergi membelikan makanan untuk Taufan. Sedangkan Blaze sudah pergi ke rumah Ice.

Sesampainya di rumah Ice, Blaze langsung menuju kamar tamu. Ia mulai membersihkan kamar itu sambil sesekali mengingat kembali masa kecilnya. Dulu, ia hidup bahagia bersama ibunya. Namun, kebahagiaan itu sirna seketika ketika ayahnya sering memukul mereka dan yang paling parah, ayahnya sudah membunuh ibunya.

Ingatan itu membuat Blaze merinding. Ia berusaha mengusirnya dari pikirannya, tapi ingatan itu terus menghantuinya.

Setelah selesai membersihkan kamar tamu, Blaze memutuskan untuk duduk di teras rumah Ice. Sampai sekarang dia tak menemui Ice, padahal dia sedang numpang di rumah teman sebangkunya yang selalu ia rundung itu.

Tadi Blaze juga sudah melihat Gempa yang pamit pulang, katanya ada urusan mendadak. Blaze menebak kalau Gempa sudah dicari oleh pengurus panti asuhan.

Suara pecahan gelas dari kamar Ice membuat Blaze tersentak kaget, dia segera masuk ke kamar Ice dan melihat Ice sedang membersihkan pecahan gelas di lantai.

"Blaze, maaf aku ngeganggu kamu. Ini udah aku bersihin, terus semua tugasmu bakal kukerjain habis ini," kata Ice dengan panik, takut dipukul dan dibentak oleh Blaze seperti biasanya, dia buru-buru membersihkan pecahan gelas itu.

Ice segera keluar dari kamarnya lalu meminta buku tulisnya Blaze. Akhirnya, Ice mengerjakan semua tugasnya Blaze meskipun kepalanya terasa pusing.

Sementara itu, di rumah Taufan, Halilintar sedang berusaha menenangkan Taufan yang terus saja mengeluh lapar. "Sabar, bentar lagi makanan lo datang."

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang