Di sisi lainnya terlihat Blaze menendang pintu kelas XII IPS 4, dia mendengkus kasar ketika melihat penghuni kelas itu sibuk bermain game dan nonton film bersama.
Blaze melirik ponsel anak kelas XI yang sempat merekam kejadian saat Ice dirundung. Langkah kaki Blaze menuju ke salah satu kakak kelasnya yang lebih tua 2 tahun darinya.
Tanpa aba-aba Blaze langsung menendang kursi yang diduduki kakak kelas itu.
"Ini lo, kan?" Blaze bertanya sambil menunjukkan video rekaman perundungan yang terjadi pada Ice.
"Iya, kenapa emangnya? Nggak terima?" tanya kakak kelas itu dengan nada menantang, padahal dia baru saja terjungkal karena kursinya ditendang keras oleh Blaze.
"Brengsek!" Umpatan itu meluncur dari bibir Blaze. Tinjunya melesat cepat, mendarat tepat di rahang kakak kelas tersebut. Kakak kelas itu terhuyung ke belakang, memegangi rahangnya yang terasa nyeri. Darah mulai menetes dari sudut bibirnya.
Blaze tidak berhenti pada satu pukulan saja. Amarahnya yang meluap-luap membuatnya terus melayangkan tinju ke arah kakak kelas itu.
Siswa-siswa yang awalnya sibuk dengan kegiatan masing-masing kini terdiam, menatap kejadian di depan mereka dengan tak percaya. Beberapa dari mereka mulai merekam kejadian tersebut dengan ponsel mereka.
Di sisi lainnya terlihat murid kelas XI yang meminjamkan ponsel berisi rekaman perundungan Ice itu memanggil Halilintar.
"Hali! Blaze ngamuk di kelas XII IPS 4," teriak siswa itu.
"Hah!" Halilintar segera berlari mengikuti siswa yang memanggilnya, di belakangnya ada Taufan yang mengikuti.
Kakak kelas yang menjadi sasaran kemarahan Blaze hanya bisa melindungi wajahnya. Tubuhnya terdorong mundur hingga menabrak meja guru. Buku-buku dan peralatan tulis berserakan di lantai. Blaze terus menyerang tanpa ampun, seolah ingin melampiaskan semua amarahnya pada pemuda itu.
"Sialan lo!" Umpatan dari kakak kelas itu meluncur dari bibirnya pada Blaze.
Halilintar dan Taufan yang baru sampai di depan kelas XII IPS 4 langsung terdiam melihat itu.
"Blaze, berhenti! Lo ikut gue sekarang!" perintah Halilintar, dia ingin menarik tangan adiknya agar pergi.
"Dia ngebully Ice, gue punya buktinya. Dia nyakitin Ice," ujar Blaze, suaranya bergetar menahan emosi.
Halilintar menarik napas panjang, dia berusaha agar Blaze tenang. "Nanti kita omongin baik-baik ya?" Halilintar berusaha agar nada suaranya terdengar lembut, tetapi Blaze langsung menggeleng.
Kakak kelas yang marah pada Blaze tiba-tiba meraih silet yang terjatuh di lantai, dengan cepat, dia menggoreskan silet itu pada pipi Blaze.
"Sial!" pekik Blaze sambil menutup pipinya.
Seketika, kelas menjadi riuh. Beberapa siswi berteriak histeris melihat darah mengalir dari pipi Blaze. Halilintar memucat, matanya membulat sempurna. Trauma masa lalu saat melihat ibunya dibunuh ayahnya menggunakan pisau kembali menghantuinya.
"B-blaze," gumam Halilintar, dia segera menarik adiknya menjauh dari kakak kelas itu.
"B-bang, perih," gumam Blaze.
"Tenang dulu ya, nanti abang obatin bareng sama Ice," bisik Halilintar.
Mendadak Blaze merasa takut ketika silet itu terayun lagi tapi ke arah Halilintar yang refleks melindunginya.
Netra jingganya bergetar ketika melihat Halilintar hampir terkena silet itu, untunglah Taufan segera menendang kakak kelas itu lalu menekuk tangannya ke belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)
Fiksi PenggemarStart 24 Mei 2024. End 20 November 2024. Setelah Blaze dan Ice sudah akur dan Ice tak dirundung Blaze lagi. Semua masalah telah mereka selesaikan, suatu hari mereka bertemu dengan murid baru yang menjadi adik kelas mereka dengan kepribadian buruk, a...